Gus Adi: Pemerintah Harus Hidupkan Kembali “Pugar”

(Baliekbis.com), Langkah pemerintah melakukan impor garam dinilai kurang tepat karena sesungguhnya potensi garam di dalam negeri begitu besar. Semestinya zona-zona penggaraman rakyat yang kini mati suri yang dihidupkan bukan melakukan cara-cara instan dengan impor. Anggota Komisi IV DPR-RI yang membidangi sektor pertanian, AA Bagus Adhi Mahendra Putra mengatakan hal itu, Sabtu (12/8/2017) saat diminta komentarnya terkait adanya impor garam dari Australia.

Padahal tambah tokoh muda Golkar Bali yang akrab disapa Gus Adi ini, dulu ada Pugar (Program Usaha Garam Rakyat) namun dalam kabinet yang dipimpin Menteri Susy saat ini, Pugar sudah tak ada lagi. Yang terjadi justru untuk memenuhi kekurangan garam di dalam negeri dilakukan impor, meski impor itu baru sebatas 25 ribu ton dari rencana 75 ribu ton. Semestinya kalau mau  dan punya komitmen untuk memberdayakan rakyat, Pugar bisa dihidupkan dan dikembangkan lagi dengan memberdayakan petani garam dan zona-zona potensial untuk produksi garam. “Potensinya besar, dengan sedikit sentuhan teknologi  petani bisa menghasilkan garam dalam jumlah besar dan kualitas bagus,” jelas Gus Adi yang dikenal sangat  peduli dengan sektor pertanian ini.

Ia mencontohkan India yang bisa menghasilkan garam tanpa harus diproduksi di pesisir pantai. Tokoh India, Mahatma Gandhi mengajarkan rakyatnya membuat garam dengan merebus air laut. “Kita yang punya potensi besar malah kekurangan garam,” tambahnya. Bahkan Bali yang dulu banyak menghasilkan garam kini juga terpaksa mendatangkan dari luar (Madura). Padahal dulu petani karena kelebihan produksi sampai-sampai melakukan barter. “Kini kondisinya terbalik. Ini terjadi karena keberpihakan kepada petani semakin berkurang sehingga bukan saja berdampak pada petani yang semakin sedikit juga zona-zona potensial untuk pembuatan garam akhirnya ditinggalkan dan terbengkalai. Gus Adi mencontohkan daerah yang memiliki potensi besar seperti Klungkung, Karangasem, Singaraja bahkan hingga Denpasar (Suwung). Daerah-daerah tersebut dulu terkenal menghasilkan garam berkualitas sangat bagus. Bahkan Klungkung menghasilkan garam mutiara yang harganya mahal untuk bahan kosmetik. “Tapi kini sudah tidak lagi. Bahkan garam untuk pemindangan ikan terpaksa didatangkan dari luar,” tambahnya.

Untuk itu pemerintah termasuk pemda diminta membantu menghidupkan kembali sentra-sentra garam rakyat ini karena bukan saja bisa meningkatkan usaha rakyat juga menjaga lingkungan. “Kalau lingkungan ditinggalkan dan tak terurus tentu ini sangat berbahaya bagi Bali ke depan. Apalagi sebagai daerah tujuan wisata yang mengandalkan alam dan budaya. Lha kalau ini sudah tak ada lagi jelas pariwisata juga ikut tergerus,” ujar Gus Adi seraya memberi contoh sejumlah negara yang dulu begitu terkenal dengan pariwisatanya kini hanya tinggal sejarah. Ditanya kemungkinan adanya permainan kartel garam, Gus Adi tak menutup kemungkinan itu bisa saja terjadi. Sebab rente-rente garam ini bisa mendulang keuntungan besar dari cara-cara impor. “Ya bisa saja ini permainan rente. Kalau ini benar, kita sudah gagal dan semakin tak bisa mandiri dan Presiden mesti menegur menteri terkait,” jelasnya.

Ia minta pemerintah jangan terlena di tengah begitu cepatnya perubahaan yang terjadi karena negara-negara lain sudah bergerak begitu maju. Bahkan tenaga kerja asing bisa masuk di era MEA ini. Pemerintah harapnya lebih tanggap dengan memberdayakan kualitas SDM dan SDA. Usaha-usaha rakyat. Harus didukung dan dilindungi, jangan rakyat dibiarkan. Seperti kasus di Badung, petani tidak berdaya karena tak ada akses ke sawahnya akibat terhalang oleh bangunan. “Kita sudah minta pemda setempat mengatasinya namun sampai sekarang masih dibiarkan,” ujar tokoh Golkar asal Kerobokan ini geram. (bas)