Gelar Seni SMKN 4 Denpasar dan SMAK Harapan, Dari Pertarungan Raksasa hingga Bhakti pada Semesta

(Baliekbis.com), Kalangan Madya Mandala, Taman Budaya Denpasar kembali diramaikan dengan Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya pada Jumat (26/10) malam. Pementasan yang menampilkan garapan seni SMKN 4 Denpasar dan SMAK Harapan pun dimulai. Sebagai penampil pertama, SMKN 4 Denpasar membawakan garapan fragmentari bertajuk Bali Maya. Bali Maya sendiri mengisahkan pertempuran para Bhuta Kala yang mengharuskan keduanya untuk meninggal dunia. “Setelah raksasa itu bertempur dan meninggal dunia lalu muncullah tari joged bumbung,” jelas Ida Ayu Ketut Wiswantini sebagai koordinator garapan.

Bali Maya sendiri telah dipersiapkan selama kurang lebih sebulan dengan melibatkan siswa-siswi SMKN 4 Denpasar yang mayoritas bernaung dalam kelompok ekstra tari dan tabuh yakni Komunitas Seni Catur Swaram Kencana. Keramaian tak dapat terelakkan manakala antusiasme penonton dalam menyaksikkan garapan dari SMKN 4 Denpasar ini. Dari garapan Bali Maya ini, Wiswantini pun berharap dapat menjadi sarana hiburan untuk penikmat seni dan sarana berkreasi untuk siswa-siswi SMKN 4 Denpasar. Selepas penampilan dari SMKN 4 Denpasar, penampil kedua yang berasal dari SMAK Harapan pun tampil dengan membawakan garapan bertajuk Tari Amertha Candra Bhuana yang bertemakan “Menjadi Berkat dan Terang Dunia”.

Wujud bhakti kepada alam semesta dan Sang Pencipta kami terjemahkan dalam garapan ini, jelas I Nyoman Murdita selaku penata tari. Tarian yang tercipta pada tahun 2011 ini pun melambangkan perwujudan dunia dan manusia yang dikasihi dan diberkati oleh Sang Pencipta sehingga digarap dalam 3 bagian seni dan tabuh. “Nanti 3 bagian itu diantaranya ada tari kayonan, 8 penari yang melambangkan arah mata angin, dan kehadiran malaikat,” jelas Murdita. Meski terinspirasi dari beberapa bagian ajaran umat Nasrani, yakni Matius 5 ayat 16 dan diambil Matius 28 ayat 19 dan 20, namun garapan ini menurut Murdita tetap memiliki nuansa budaya Bali. Pada akhir garapan, muncullah tarian simbol kehadiran Yesus sebagai tuhan, bersama malaikat sorgawi membawa terang dan berkat bagi dunia dan bagi umat manusia. Dan memanggil setiap orang untuk menjadi berkat dan terang. Sehingga melalui pimpinan Roh Kudus manusia mampu menjadi terang dan berkat. Sehingga bumi bersukacita dalam damai sejahtera sepanjang zaman.

Sementara itu sore harinya di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Denpasar garapan dari siswa SD PGRI Kota Denpasar memukau khalayak yang hadir. Pasalnya, garapan bertajuk Kumara Lekes ini pun nampak sangat total dan mewah layaknya garapan siswa SMA. Sebagai pembina, I Putu Adi Wicaksana Putra bahwa dirinya pun terinspirasi dari penggabungan seluruh garapan lepas dengan menggunakan kecak sebagai benang merahnya. Dalam cak kami ingin mengembangkan ekstra-ekstra seni di SD PGRI Denpasar, jelas Tu Adi. Kumara Lekes yang berarti persatuan anak-anak ini pun mempersatukan kesenian-kesenian seperti tabuh, tari, dan teater.

Bagi Tu Adi, garapan yang luar biasa berkat keterlibatan seluruh pihak. Bersama rekannya, I Ketut Adi Mahardika keduanya memberikan motivasi kepada anak didiknya bahwa pengalaman adalah hal utama dalam sebuah pementasan. “Selain itu dengan adanya Nawanatya ini bakat anak-anak bisa kita ukur dan harus selalu meningkat,” jelas Tu Adi.

Tak hanya SD PGRI Kota Denpasar, SD Saraswati 1 Denpasar pun hadir dengan garapan bertajuk Maplalian. Mengingat sekarang anak-anak itu tergiur atau tergila-gila dengan gadget, jadi mereka hampir tidak tahu apa itu permainan tradisional atau meplalianan itu sehingga kami sepakat untuk menampilkan garapan ini, jelas Ni Made Koaci Sukerti selaku Kepala SD Saraswati 1 Denpasar. Dari keterlibatan anak didiknya dalam Bali Mandara Nawanatya Sukerti pun berharap agar keseimbangan otak kanan dan kiri anak didiknya dapat diperoleh. Lewat permainan ini kami harapakan mereka dapat melestarikan budaya Bali dan menyeimbangkan otak kanan dan kiri, tutur Sukerti. Tak hanya itu, keterlibatan ini pun bagi Sukerti juga dapat menggali kesenian di Bali yang masih belum memasyarakat. (gfb)