FIB Unud Gelar Seminar Nasional Bertema “Menelisik Potensi Bahasa, Sastra, dan Budaya sebagai Resolusi Konflik”

(Baliekbis.com), Wakil Rektor III, Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, M.T.,Ph.D.,IPU. (kiri) didampingi Dekan FIB Unud Dr. Made Sri Satyawati,S.S., M.Hum. dan Ketua Senat FIB Unud Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S. saat pembukaan seminar.

Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana menyelenggarakan Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Budaya yang bertema “Santa Smrti: Menelisik Potensi Bahasa, Sastra, dan Budaya sebagai Resolusi Konflik”, Kamis 1 September 2022 di ruang Widya Sabha Mandala kampus setempat. Kegiatan dalam rangka menyambut HUT ke-64 FIB dan HUT ke-41 Badan Kekeluargaan FIB ini dibuka oleh Wakil Rektor bidang kemahasiswaan, Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, M.T.,Ph.D.,IPU. 

Dalam Sambutannya Prof. Ngakan menyampaikan bagaimana seminar ini menjadi networking antara akademisi, bisnis, pemerintah, komunitas, dan media yang dapat saling bertukar informasi dan pikiran sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik

Sebagai Pembicara kunci pada seminar kali ini adalah Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara dengan materi yang berjudul “Resolusi Konflik dalam Perspektif Sastra dan Budaya”.  Pembicara Tamu dari Universitas Sebelas Maret, yaitu Dr. Dwi Susanto dengan materi “Sastra dan Konflik: Resolusi dan Refleksi”. 

Seminar menampilkan tiga Pembicara Utama dari Universitas Udayana yaitu Prof Dr. I Wayan Pastika,M.S. dengan makalah berjudul “Kasus Kebahasaan Terkait UU ITE: Kajian Linguistik Forensik”; Dr. I Ketut Sudewa,M.Hum., dengan materi yang berjudul “Karya Sastra dan Resolusi Konflik,; serta Dr. Ida Bagus Gede Putra, M.Hum. dengan judul “Polarisasi Konflik Galian C di Desa Sebudi, Kabupaten Karangasem.”

Ketua panitia Dr. Luh Putu Puspawati, M.Hum dalam laporannya menyampaikan bahwa terdapat 67 pembicara dari dalam dan luar Bali. Tema yang menjadi spirit kegiatan seminar ini diambil untuk merespon situasi konflik kemanusiaan berupa perang yang terjadi di berbagai negara. 

“Kita berharap bidang humaniora terutama bahasa, sastra, dan budaya dapat menjadi instrumen-instrumen untuk meresolusi konflik yang terjadi, karena sejatinya ilmu humaniora merupakan tumpuan kita bersama untuk mencapai harmoni,” jelas ketua panitia

(sumber: www.unud.ac.id)