FGD Peningkatan Elektronifikasi Pembayaran, Teguh Septiadi: Generasi Milenial Banyak Gunakan Transaksi Nontunai

(Baliekbis.com),Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mendorong toko ritel dan pusat perbelanjaan di Bali untuk meningkatkan sistem elektronifikasi pembayaran atau transaksi nontunai yang memiliki berbagai keunggulan.

“Kalau transaksi menggunakan uang kartal atau tunai ada risiko tidak tepat jumlah atau menerima uang palsu. Kalau uang palsu jelas tak bisa diganti. Kalau uang cacat atau rusak akan bisa ditukar,”
ujar Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Teguh Setiadi di sela-sela FGD “Peningkatan Elektronifikasi Pembayaran (Transaksi Non Tunai) di Toko Ritel dan Pusat Perbelanjaan”,
Rabu (10/7/2019) di
Grha Tirta Empul, Gd. KPwBI Prov. Bali.

Hadir dalam FGD Achmad selaku Manajer Fungsi Analisis Sistem Pembayaran dan Keuangan Inklusif KPw BI Prov. Bali, Kepala Tim Pengelolaan Uang Rupiah Djainul Arifin dan I Nyoman Sumanaya selaku Direktur Bisnis Non Kredit BPD Bali.

Sedangkan dari perbankan sebanyak
8 bank umum dan sejumlah pusat perbelanjaan terkemuka di Bali di antaranya MBG, Tiara Dewata, Trans Mall Bali, Level 21, Coco Mart, Erlangga, Ayu Nadhi, Pepito, Beachwalk, Jogger dan Krisna Oleh Oleh.

Ditambahkan Teguh, dengan pembayaran tunai selain harus menyimpan lagi, menghitungnya dan disetor ke bank yang ada risiko tersendiri perjalanan dari toko ke bank.

Sementara dengan nontunai semua transaksi sudah tercatat secara digital sehingga mudah untuk melakukan analisis, apakah omzetnya naik atau turun dan besaran pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah daerah.

Pihaknya melihat saat ini untuk generasi milenial nampak lebih menerima atau terbiasa menggunakan transaksi nontunai. Tetapi tidak bisa dipungkiri masih cukup besar porsi masyarakat dengan tradisinya yang terbiasa menggunakan pembayaran secara tunai.

BI mencatat nilai transaksi nontunai di Bali per Mei 2019 mencapai lebih dari Rp2,238 triliun, dengan jumlah alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) sebanyak 2.995.520 kartu yang terdiri dari 317.744 kartu ATM, kartu debet 2.316.714, dan kartu kredit 361.059. “Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya,” tambah Teguh.

Dari diskusi yang melibatkan sejumlah pengelola pusat perbelanjaan dan ritel, serta kalangan perbankan itu mengemuka sejumlah persoalan yang dihadapi terkait transaksi nontunai, seperti masalah tawar menawar mengenai merchant discount rate (MDR) atau biaya yang harus dibayar pedagang kepada bank acquirer (bank yang bekerja sama dengan APMK), khususnya pada pengusaha ritel yang kecil-kecil.

Demikian juga persoalan ketika “Electronic Data Capture” yang disiapkan perbankan mengalami masalah dibutuhkan waktu perbaikan yang terlalu panjang.

Kadang perbankan memberikan waktu dua minggu. Kalau bisa dipercepatlah misalnya semalam, atau langsung ada backup-nya sehingga mendorong masyarakat untuk melakukan transaksi non tunai. Sebab kalau sering-sering transaksi gagal karena alatnya yang rusak, konsumen akan kapok.

Persoalan lainnya dari sisi akses jaringan internet, meskipun di Bali relatif sudah tercover semua, namun pada gedung-gedung tertentu ada yang susah sinyal juga. Seperti diungkapkan Armand Setiawan dari Jogger yang mengaku usahanya di Luwus mengalami kesulitan melakukan transaksi nontunai karena terkendala sinyal.

Sementara itu Sekretaris Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DPD Bali Zenzen Gulsi Halmis, SE,MM mengatakan 14 pusat perbelanjaan/mal yang berada di bawah naungan APPBI Bali sangat mendukung program GNNT tersebut. Menurutnya, transaksi nontunai akan memudahkan customer untuk berbelanja. Sejauh ini transaksi nontunai sudah mengalami peningkatan sekitar 25 persen.

Ditambahkannya, beberapa persoalan yang masih dihadapi dalam penerapan transaksi nontunai ini, di antaranya masalah sinyal, mesin EDC dan pengenaan biaya administrasi bagi tenant. Sedangkan dari sisi customer, terkadang autodebet gagal sehingga menimbulkan komplin yang justru ditujukan ke pihak mal. (bas)