Europalia Road to Indonesia

(Baliekbis.com), Selama empat bulan, 10 Oktober 2017 – 21 Januari 2018, Indonesia telah menghadirkan berbagai bentuk kesenian dan ragam budayanya dalam Festival Seni Budaya Europalia. Sebagai kelanjutan program tersebut, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bekerjasama dengan Bentara Budaya Bali (BBB) kini mengadakan Timbang Pandang seputar festival Europalia – Indonesia. Agenda ini berlangsung pada Minggu (6/5) pukul 18.00 WITA, di Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, bypass Ketewel, Sukawati, Gianyar.

Selain mendialogkan perihal festival secara keseluruhan, ini juga sebentuk oleh-oleh sekaligus bekal menuju Program Indonesiana mendatang. Direncanakan tampil sebagai narasumber yakni Nyak “Ubiet” Ina Raseuki (kurator Europalia), Hikmat Darmawan (kurator Europalia), Wicaksono Adi, Sang Nyoman Arsa Wijaya, Ahmad Mahendra (Kepala Bagian Umum dan Kerjasama Kemendikbud) dan Ratna Pandjaitan ( Europalia Indonesia).

Indonesia terpilih sebagai negara tamu (guest country) pada Festival Seni Budaya Europalia ke-26, tentu melalui seleksi yang ketat. Indonesia menjadi negara keempat di Asia setelah Jepang (1989), China (2009), dan India (2013), serta negara pertama di kawasan Asia Tenggara. Selama empat bulan, 10 Oktober 2017 – 21 Januari 2018, ada 486 seniman dan budayawan tampil di tujuh negara Eropa, dengan pusat penyelenggaraan di BOZAR, Centre For Fine Arts Brussels, Belgia.

Dalam festival seni budaya terbesar di Eropa ini, Indonesia menghadirkan 247 karya dan program: terinci dalam 20 pameran, 71 pertunjukan tari dan teater, 95 pertunjukan musik, 34 karya sastra, tak ketinggalan 14 pemutaran film, serta 9 konferensi.

Sejumlah pertanyaan segera membayangi peristiwa seni budaya strategis ini, yang belum tentu berulang puluhan tahun mendatang. Pertanyaan itu bukan hanya perihal sistem kurasi, siapa kurator, seturut hal-hal teknis lainnya.

Dialog kali ini berupaya menelisik perihal bagaimana rujukan tematik atau empat pilar festival Europalia Indonesia ini; heritage (tradisi), contemporary (kekinian), creation (kreasi baru), dan exchange (kolaborasi); diterjemahkan sebagai persitiwa pencapaian seni budaya Indonesia, yang memiliki resonansi kini dan mendatang; bukan semata bergaung ke seluruh dunia, melainkan dapat pula menjadi momentum para kreator di Tanah Air untuk melahirkan karya-karya masterpieces. (ist)