Dr. Nengah Muliarta: Pentingnya Limbah Jerami Membantu Kesuburan Tanah

Jerami padi masih dipandang sebagai sisa tanaman yang mengganggu proses pengolahan tanah pada sistem usahatani yang intensif. Dampaknya petani cenderung membakar jerami padi setelah proses panen.

(Baliekbis.com), Kesadaran dan pemahaman petani tentang pentingnya peran bahan organik dalam tanah sawah masih rendah. Hal ini ditandai kurangnya perhatian petani dalam pengembalian limbah panen ke dalam tanah. “Jerami padi sering dibakar atau dibiarkan diambil orang sebagai bahan bakar atau untuk keperluan industri.
Pembakaran jerami akan berdampak pada matinya mikroba yang berguna dalam proses biologis, seperti perombak bahan organik, pengikat nitrogen, dan mikroba yang memiliki fungsi biologis lain,” ujar Dr. I Nengah Muliarta dalam bukunya “Berkah Limbah Jerami Padi”, Sabtu (21/11) di Denpasar.

Dalam buku setebal 244 halaman itu, Muliarta mengulas secara detail tentang manfaat dari limbah jerami padi. Jerami padi merupakan potensi bahan baku lokal yang dapat diperoleh dengan mudah. Pemanfaatan jerami dalam kaitannya untuk menyediakan hara dan bahan organik tanah dapat dilakukan dengan mengolahnya menjadi kompos. Proses pengomposan jerami padi dapat dilakukan dengan cara aerob (dengan O2) maupun anaerob (tanpa O2). Pengomposan dengan metode aerob paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit.

Kompos merupakan sumber bahan organik yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah melalui proses biokonversi secara terkendali. Perbaikan kesuburan tanah untuk budidaya padi secara berkelanjutan sangat tergantung pada upaya pengelolaan jerami padi dan pupuk hayati. Secara umum kompos meningkatkan kesuburan tanah karena kompos berperan penting dalam meningkatkan sifat fisik, kimia dan sifat biologis tanah.

Kompos dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pupuk anorganik untuk meningkatkan produksi tanaman. Kompos jerami padi dan pemanfaatannya pada tanah pertanian berfungsi untuk menjaga kandungan bahan organik tanah dan sifat mikrobiologi tanah.

“Jerami padi sudah saatnya dipandang sebagai sebuah sumber daya pertanian yang harus mulai dimanfaatkan. Bukan lagi dipandang sebagai limbah (sisa hasil usaha yang tidak berguna), yang kemudian harus dibuang karena tidak berguna,” Muliarta yang juga berprofesi jurnalis.

Secara konvensial jerami padi juga umum digunakan petani sebagai mulsa saat menanam holtikultura. Dalam berbagai penelitian telah diungkapkan bahwa penggunaan jerami padi sebagai mulsa terbukti cukup efektif dalam menekan pertumbuhan gulma. Jerami padi selama ini juga umum digunakan sebagai pakan ternak, namun bukan sebagai pakan utama. Jerami padi hanya digunakan sebagai pakan selingan bagi ternak, karena hanya mampu dikonsumsi ternak sebanyak 1,3% dari bobot badannya.

Beberapa hasil penelitian terbaru menyebutkan jika jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam pembuatan bioethanol. Upaya tersebut dinilai sebagai langkah maju dalam menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan. Dalam perkembanganya jerami padi dapat diolah menjadi biokomposit.

Ketahanan jerami padi terhadap dekomposisi bakteri membuat bahan ini cocok sebagai pengisi dalam membangun material komposit. Jerami padi memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi dan merupakan biopolimer alami juga dapat digunakan sebagai bahan bioplastik. Teknologi bioplastik adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk keluar dari permasalahan penggunaan kemasan plastik konvensional.

Dengan berbagai manfaat jerami padi maka sudah saatnya jerami padi dipandang sebagai sumber daya atau bahan baku industri masa depan.

Jerami padi sampai saat ini masih dipandang sebagai limbah atau sisa dari suatu kegiatan usaha yang tidak memiliki nilai ekonomi. Kesan tersebut menyebabkan keberadaan jerami padi sebagai sebuah musibah yang dapat menimbulkan permasalahan. Cara singkat dalam mengatasi permasalahan jerami yang dilakukan selama ini adalah dengan cara membakar.

Membakar jerami padi seakan menjadi solusi yang paling tepat yang dilakukan petani. Padahal pembakaran jerami padi dapat menimbulkan emisi gas buang yang dapat menyebabkan pencemaran udara, gangguan kesehatan dan berkontribusi pada pemanasahan global.

Walaupun pada sisi lain terdapat juga petani yang melakukan pembakaran dengan alasan mengatasi hama dan penyakit. Termasuk pembakaran dilakukan karena pengetahuan yang didapatkan petani secara turun-temurun bahwa pengembalian jerami padi ke tanah dapat dilakukan dengan cara melakukan pembakaran.

Berdasarkan hasil dari berbagai penelitian, ternyata jerami padi mengandung unsur hara yang berfungsi bagi upaya menjaga kesuburan tanah. Pengomposan menjadi salah satu cara untuk mengolah jerami padi dan mengembalikan ke tanah.

Melalui upaya pengomposan maka jerami padi tidak lagi dipandang sebagai musibah, tetapi justru sebagai berkah. Jerami padi menjadi berkah karena jerami padi merupakan sumber daya bahan pembuatan pupuk. Sayangnya sangat jarang upaya pengomposan jerami padi dilakukan.

Alasan utamanya yaitu mayoritas petani tidak mengetahui metode pengomposan jerami padi. Padahal jika jerami padi diolah menjadi pupuk maka selain dapat menjaga kesuburan tanah juga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan mengurangi biaya pembelian pupuk.

Buku “Berkah Limbah Jerami Padi”, ini merupakan hasil penelitian yang ditulis ulang dalam susunan penulisan popular yang tidak hanya memaparkan konsep pengelolaan jerami padi dan pengomposan jerami padi. Tetapi juga keuntungan dari pemanfaatan jerami padi.

Buku ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan jerami padi, termasuk dalam membantu petani melakukan pengomposan jerami padi secara praktis, efektif dan efisien. Buku ini juga diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pemegang kebijakan dalam melakukan pengelolaan dan pengolahan jerami padi.

Penulis menyusun buku ini dengan judul “Limbah Jerami Padi Sebagai Berkah” dengan harapan jerami padi tidak lagi dipandang sebagai bahan buang yang tidak berguna. Buku ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman dalam membangun pertanian berkelanjutan di Indonesia. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan buku, namun ditengah kekurangan yang ada mudah-mudahan isi buku bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi pengembangan pertanian berkelanjutan.

Penulis tidak lupa memanjatkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya penulisan buku ini. Penulis juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam proses penelitian dan penulisan buku ini. Terima kasih juga kepada para guru, dosen, sahabat dan keluarga yang memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan buku ini. (ist)