Dr. Mangku Pastika, M.M.: Jadi Pemimpin (Bali) Harus Bermodal

Bali perlu pemimpin yang berani, bernyali besar. Banyak SDM Bali yang bagus dan berkompeten untuk membawa Bali lebih baik lagi. Perlu Extra Ordinary Leader untuk ‘selamatkan’ Bali.

(Baliekbis.com), Untuk menjadi pemimpin Bali diperlukan syarat cukup banyak di antaranya harus bermodal (kaya) sebab tidak sedikit ongkos yang diperlukan untuk melahirkan seorang pemimpin.

“Jadi selain otak, otot juga ongkos (uang) hal yang mutlak. Jangan jadi pemimpin untuk cari makan. Kita boleh saja idealis tapi realistis harus!,” ungkap Anggota DPD RI dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M. saat reses dengan tema “Dinamika Kepemimpinan Bali: Kini dan Masa Depan” di ALC (Agro Learning Center) kawasan Cekomaria Denpasar, Senin (2/1).

Dialog yang dihadiri belasan tokoh budaya, politisi dan akademisi serta pelaku usaha itu dipandu Tim Ahli Nyoman Wiratmaja didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Baskara.

Berbagai masukan dan masalah mengemuka dalam diskusi hangat yang berlangsung hampir tiga jam itu, baik masalah sumber daya, lingkungan hingga kebijakan pembangunan.

Mangku Pastika mengingatkan masalah yang dihadapi Bali saat ini sangat besar sehingga diperlukan pemimpin yang berani, punya nyali dan cerdas. “Pemimpin (Bali) itu memang manusia, tapi bukan manusia biasa melainkan luar biasa agar bisa membawa Bali lebih baik ke depannya. Sebab banyak pemimpin yang buat kebijakan yang tidak bijak apalagi bajik. Ini sangat mengkhawatirkan,” tandas mantan Gubernur Bali dua periode ini.

Dengan kewenangan dan kekuasaannya, pemimpin bisa berbuat banyak. Karena itu harus memiliki watak dan otak yang bisa menjaga warisan adat dan budaya sehingga Bali tetap ajeg.

Seperti disampaikan ekonom yang juga budayawan Jro Gde Sudibya yang mengaku khawatir melihat kondisi Bali saat ini. “Dulu kepemimpinan Bali jelas yakni mengacu Ramayana, Mahabrata. Sekarang spiritualisme itu. dilanggar. Seperti kawasan pura dijadikan area bisnis. Ini pemimpin yang tinggalkan bom waktu untuk generasi mendatang,” tegasnya.

Ia juga mencemaskan adanya pekerjaan proyek harus mengeruk bukit hingga jutaan kubik tanah untuk pengurugan. Pengerukan ini bukan saja mengancam lingkungan (longsor). juga mengancam lingkungan. Juga kondisi hutan yang makin tidak terawat, padahal menjadi sumber air bagi masyarakat. Kalau ini dibiarkan akan menimbulkan konflik di bawah (masyarakat).

“Kita harus aktif, jangan hanya komplin. Musim berganti, maka angin akan berubah arah,” tambah budayawan yang alumnus Cornell Umiversity Putu Suasta mengingatkan.

Akademisi Ketut Donder, Ph.D mengaku sulit memilih pemimpin sekarang ini sebab otaknya di bawah pusar. “Kalau dulu di kepala dan luar kepala. Sekarang di zaman Kaliyuga sudah di bawah pusar,” ujar dosen IHDN Denpasar ini.

Menurutnya, pemimpin sekarang tak punya sifat ksatria, mereka berkaki ganda dan tidak bisa menerima kritik. “Mestinya adanya kritik untuk dicarikan solusi bukan dianggap menentang,” tambahnya.

Pembicara lainnya mengingatkan Bali krisis pemimpin. Yang muncul justru pemimpin yang pengecut dan penakut. “Kalau kita takut maka Bali akan semakin digerogoti. Sumber daya alam, budaya makin terkikis akibat pemimpin yang penakut. Kita perlu extra ordinary leader untuk selamatkan Bali,” ujar dokter yang banyak berkecimpung di dunia sosial ini.

Ketua NCPI (Nawa Cita Pariwisata Indonesia) Bali Agus Maha Usadha mengingatkan pentingnya berpikir realistis, melihat apa yang menjadi potensi unggulan Bali agar bisa diberdayakan untuk kesejahteraan masyarakat. Tokoh lainnya menambahkan Bali perlu pemimpin yang berani, bernyali besar dan mendapat dukungan masyarakat. Banyak SDM Bali yang bagus dan berkompeten untuk membawa Bali lebih baik lagi. (bas)