Diskusi Pokdarkamtibmas, Prof. Windia: Rendah Keberpihakan kepada Petani Penyebab Pertanian Makin Ditinggalkan

(Baliekbis.com), Dosen FP Unud Prof. Wayan Windia mengatakan ketahanan pangan sangat rawan saat ini. Sebab orang tak lagi suka bertani karena kecil hasilnya. Lahan pertanian juga makin tergerus sebagai dampak pariwisata.

“Salah satu penyebabnya pemerintah kerap membatasi harga, takut inflasi. Seperti ketika harga beras naik, langsung dilakukan impor. Petani hidupnya ditekan. Pendapatan petani lebih jelek dari pengemis jalanan. Petani mengolah lahan satu hektar hasilnya hanya Rp3 juta/bulan, menjadi pengemis bisa lebih dari itu,” jelas Prof. Windia dalam diskusi yang digelar Pokjarkamtibmas Bhayangkara Daerah Bali, Jumat (2/7) sore di Renon.

Diskusi yang berlangsung hangat dan sangat gamblang menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya Gufron (pelaku pariwisata), Ngurah Paramartha, Mendra (Forum Desa Wisata) dan Wiwin Suyasa. Juga hadir antara lain mantan Wakapolda Bali W. Suweta, Agus Samijaya dan Ketua Pokdarkamtibmas Yosep Yulius Diaz yang turut memandu diskusi.

Prof. Windia mengatakan keberpihakan pada petani di Bali masih rendah. Padahal menurut FAO, idealnya 10 persen anggaran untuk pertanian. Sekarang hanya sekitar 2 persen. “Kalau Bali mau memajukan pertanian harus ada terobosan besar,” ujarnya.

Hal senada dikatakan Wayan Suweta yang mengingatkan masalah pangan (isi perut). “Yang menyebabkan kita hidup kalau perut terisi. Yang bikin hidup itu bersumber dari yang hidup, bukan benda mati,” ujarnya.

Karena itu dia mengingatkan agar jangan menguasai alam, sebab manusia adalah bagian dari alam. “Jadi konsep Tri Hita Karana harus diterapkan karena mengajarkan kita menjaga keseimbangan, bukan menguasai,” ujarnya.

Diskusi membahas dampak covid hingga solusinya terutama menyangkut ekonomi dan isi perut (pangan).

Sementara Sudiarta Indrajaya (Sin) yang juga Ketua INTI Bali menilai wabah corona yang terjadi setahun belakangan ini dianggap menjadi sumber petaka pariwisata jangan terlalu dibesar-besarkan. Manusia harus hidup berdamai dan berdampingan dengan covid. “Penanganan covid itu sejatinya sederhana yakni jaga jarak, pakai masker, cuci tangan dan vaksin. Itu yang dilakukan negara-negara besar dan sukses. Kita tinggal tiru saja,” tegas Sin.

Peserta lainnya Agus Samijaya, Yulius Diaz dan Wiwin mempertanyakan kenapa bandara di Bali tidak segera dibuka, sementara bandara lain bisa. Padahal untuk prokes, Bali sudah sangat siap. “Kalau bandara tak dibuka maka pariwisata akan makin terpuruk dan ini bisa mengganggu ekonomi,” tegasnya.

Yusdi menambahkan PPKM Darurat yang bakal diberlakukan diharapkan bisa arif dalam penerapannya di lapangan. “Jangan pakai pendekatan militeristik atau sipil yang membuat rakyat kecil makin sulit ekonominya,” ujarnya seraya menambahkan kesimpulan hasil diskusi akan dibawa ke pusat termasuk disampaikan ke pihak terkait di Bali. (bas)