Diskusi “Melampaui Seni Patung” di BBB

(Baliekbis.com), Bentara Budaya Bali (BBB) bekerjasama dengan Komunitas Salihara mengetengahkan sebuah diskusi seni rupa bertajuk “Melampaui Seni Patung”, Senin (08/10). Bersama narasumber Nirwan Dewanto, sastrawan yang juga Direktur Program Komunitas Salihara, dibincangkan seputar perkembangan mutakhir dalam khazanah seni rupa, khususnya seni patung, selama dua dasawarsa terakhir.

Diungkapkan Nirwan, pada dua dasawarsa terakhir, khazanah dunia seni rupa telah membongkar batas-batasnya sendiri. Ini bukan hanya imbasan dari gejolak seni rupa internasional, tapi juga indikator bahwa berbagai sektor masyarakat kita sedang mengejar ekspresi budaya yang baru. Seni patung tak terkecuali, tertantang oleh berbagai bentuk, medium dan juga disiplin yang tak lagi dapat dirangkum oleh seni tersebut.

Melalui berbagai contoh karya seni patung terkini, mengemuka fenomena perihal penggunaan bahan yang tidak diakui oleh seni patung konvensional, kini malah makin terdepankan. Selain itu, tergambarkan pula makin dominannya “rekayasa” ketimbang memahat dan mencetak, meleburkan batas antara seni patung, kriya, desain dan berbagai disiplin lain. Tidak ketinggalan masuknya berbagai pihak “non-seniman” menjadi kreator-produser—semua itu niscaya memerlukan bukan hanya penamaan baru namun juga gelanggang penilaian yang juga baru.

Menanggapi perkembangan seni rupa, khususnya seni patung tersebut, Komunitas Salihara mengadakan Kompetisi Karya Trimatra yang digelar tiga tahunan sejak 2013. Secara lebih khusus, Kompetisi tersebut bermaksud merangsang daya cipta di kalangan seniman muda, yaitu mereka yang berusia di bawah 35 tahun.

Dalam pembacaan Nirwan Dewanto, karya-karya trimatra juga adalah cara memandang perkembangan seni patung, atau seni rupa pada umumnya. Penciptaan sebuah karya ialah juga sindiran terhadap seni patung—terhadap berbagai upayanya (yang sering sia-sia) untuk mencari esensi, namun juga terhadap ekses pembongkaran konvensi yang kerap berujung pada prinsip anything goes.

Pada penyelenggaraannya yang kedua, tahun 2016 lalu, Kompetisi Trimatra Salihara berhasil menyaring 166 perupa muda dan terpilih tiga orang pemenang yang hadiahnya mendapatkan kesempatan residensi. Mereka adalah Suryo Herlambang (Juara 1), Reza Zefanya Mulia (Juara 2), dan Ajeng Martia Saputri (Juara 3). Suryo Herlambang melakukan residensi di The Pickers’ Hut Glaziers Bay, Tazmania, Australia, sementara dua perupa lainnya yakni Reza Zefanya Mulia dan Ajeng Maria Saputri residensi di Tentacles Art Space, Bangkok, Thailand. Kini Kompetisi Trimatra akan dibuka kembali, batas waktu pendaftaran adalah 3 Desember 2018 hingga 9 Maret 2019. Kompetisi terbuka bagi warga negara Indonesia yang pada 31 Desember 2019 belum berusia 35 tahun.  (ist)