Dialog Interaktif Mangku Pastika, Petani Perlu Didukung Teknologi Pasca-Panen

(Baliekbis.com), Anggota DPD RI Dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M. mengatakan dalam pengembangan usaha pertanian selain produksi dan pemasaran, peran teknologi pascapanen sangat penting.

Penanganan pascapanen yang baik akan memberikan nilai tambah yang cukup besar bagi petani. “Kita tak punya teknologi pascapanen yang memadai. Di Jepang buah yang mau rusak diolah jadi pakan ternak sehingga tidak terbuang percuma,” ujar Dr. Mangku Pastika saat Dialog Interaktif Anggota DPD RI Perwakilan Bali (B.66) Dr. Made Mangku Pastika, M.M. via vicon, Jumat (18/9).

Dialog sebagai bentuk kepedulian terhadap petani itu mengangkat tema “Implementasi Perda No. 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal: Tantangan dan Peluang” juga menghadirkan narasumber Owner Coco Mart Siti Maryati, pengusaha Djani Anaanta dari NCPI (Nawa Cita Pariwisata Indonesia) Bali, Kepala Pasar Agung yang juga Ketua Forum Pengelola Pasar Desa Kota Denpasar Nyoman Suarta dan Guru Besar FP Unud Prof. Dr. Made Supartha Utama,MSc. Dialog yang berlangsung dua jam lebih itu dipandu Tim Ahli Wayan Baskara, I Ketut Ngastawa dan Wayan Wiratmaja.

Prof. Dr. Made Supartha Utama, MSc

Mangku Pastika menambahkan di tengah pandemi Covid-19 yang belum diketahui pasti kapan berakhirnya, ia mengajak berbagai pihak agar mencari alternatif untuk menggerakkan ekonomi agar bisa bertahan hidup. “Kita tak bisa terlalu banyak berharap dari pariwisata. Pertanian adalah salah satu alternatif saat ini, apalagi potensinya masih sangat besar,” ujar mantan Gubernur Bali dua periode ini.

Bahkan menurutnya, beberapa komoditi Bali sudah memiliki branding, seperti jeruk, manggis, salak termasuk kopi. Dengan branding tersebut akan meningkatkan daya saing sehingga sangat membantu dalam merebut pasar.

“Jadi kita banyak buah lokal, tapi belum maksimal. Ini yang perlu digarap lebih baik ke depannya. Sebab kebutuhan buah lokal juga sangat tinggi di Bali,” tambahnya.

Hal senada disampaikan owner Coco Mart Siti Maryati yang mengakui buah lokal bukan hanya dibutuhkan warga lokal, juga diminati turis. Coco Mart dengan 120 cabangnya, menyediakan space khusus untuk buah lokal. “Kami bahkan kerap menggelar bazaar buah,” tambahnya. Pihaknya juga mengajak petani di desa untuk menanam buah. Bahkan beberapa petani dikirim ke Lombok belajar budidaya pepaya.

Siti Maryati

Dalam dialog interaktif tersebut Guru Besar FP Unud Prof. Dr. Made Supartha Utama,MSc. menjelaskan pentingnya upaya meningkatkan daya saing petani dan pasar menjadi dinamis. Termasuk cara pengemasan dan pengangkutannya sehingga buah tidak rusak. Di sisi lain, untuk menembus pasar ekspor perlu adanya sertifikasi baik itu menyangkut produk maupun lahan, seperti sertifikat lingkungan, registrasi kebun, dll.

Supartha Utama juga menyinggung masalah kualitas yang harus selaras dengan kebutuhan konsumen. Dalam dialog tersebut juga mengemuka soal produk organik yang banyak diminati konsumen dan teknik pengemasan termasuk pascapanen.

Sebab market produk pertanian (buah lokal ini sangat besar dan terus meningkat). Sebelum Covid, ada sekitar 15 juta wisatawan yang ke Bali. Belum lagi kebutuhan lokal.

“Ada survei yang menyebutkan 90 persen anak SD tak makan buah dan sayur. Padahal buah ini sangat penting untuk kesehatan,” tambah Mangku Pastika yang gemar dengan pertanian ini.

Supartha Utama menambahkan untuk melindungi tanah pertanian ia berharap pajak tanah tidak terlalu tinggi seperti tanah untuk bisnis atau perumahan. Saat ini pajak tanah naik luar biasa. Mestinya penentuan pajak bukan berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) seperti untuk rumah yang dijual, melainkan untuk tanah pertanian berdasarkan nilai tukar petani (NTP). “Jangan sampai pajaknya justru lebih besar dari hasil pertanian. Kan petaninya jadi rugi,” ujarnya. (bas)