Dialog Interaktif Anggota DPD RI Mangku Pastika, Owner Coco Mart: Kebutuhan Buah Lokal Sangat Tinggi

(Baliekbis.com),Owner Coco Mart Siti Maryati mengatakan kebutuhan buah lokal sangat tinggi. Buah lokal bukan hanya menjadi kebutuhan untuk upacara, turis juga menyukainya.

Karena itu Coco Mart sejak awal sudah menyiapkan space buah lokal dan tahu kalau orang Bali banyak butuh buah untuk keperluan upacara.

“Bahkan kita lakukan bazaar buah lokal saat hari raya. Itu sebagai tanggung jawab moral saya selaku orang Bali,” ujar Siti saat menjadi salah satu narasumber Dialog Interaktif Anggota DPD RI Perwakilan Bali (B.66) Dr. Made Mangku Pastika, M.M. via vicon, Jumat (18/9).

Dialog sebagai bentuk kepedulian terhadap petani itu mengangkat tema “Implementasi Perda No. 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal: Tantangan dan Peluang” juga menghadirkan narasumber pengusaha Djani Anaanta dari NCPI (Nawa Cita Pariwisata Indonesia) Bali, Kepala Pasar Agung yang juga Ketua Forum Pengelola Pasar Desa Kota Denpasar Nyoman Suarta dan Guru Besar FP Unud Prof. Dr. Made Supartha Utama,MSc. Dialog yang berlangsung dua jam lebih itu dipandu Tim Ahli Wayan Baskara, I Ketut Ngastawa dan Wayan Wiratmaja.

Owner Coco Mart Siti Maryati

Menurut Siti, daya beli buah lokal sangat bagus dan buah lokal masih mendominasi. Coco Mart yang memiliki 120 cabang hanya sebagian kecil menjual buah impor. Permintaan buah lokal sampai 90 persen.

“Turis pun suka buah lokal. Yang penting marketing harus bagus untuk turis. Harga juga harus di bawah buah impor. Kualitasnya juga bagus,” ujar wanita asal Karangasem ini.

Dikatakan untuk mendapatkan kualitas yang bagus, panen jangan dipaksakan terutama saat ada kebutuhan upacara. Untuk itu petani harus diedukasi sehingga mereka bisa panen dengan baik. Diakui buah lokal (Bali) belum bisa memenuhi kebutuhan pasar, sehingga banyak buah dari luar masuk, yang memang dari segi kualitas lebih bagus.

Melihat tingginya kebutuhan buah lokal, sekaligus sebagus sebagai wujud kepeduliannya, Siti mengaku selain mengajak keluarga dan warga di desanya untuk menanam buah lokal, juga ia mengirim petani belajar menanam papaya ke Lombok.
Ia berharap dengan bisa memproduksi buah lokal akan membantu ekonomi warga sekaligus mengisi space di Coco Mart yang dikelolanya.

Djani Anaanta dari NCPI Bali yang juga wiraswasta mengaku sebenarnya peminat buah lokal tak kalah dengan impor. Namun karena kualitasnya kurang bagus sehingga kurang diminati dan harganya jadi murah.

Kualitas rendah akibat petik belum matang dan panen yang belum waktunya. Menurutnya selain kualitas, penampilan juga harus dijaga. “Kalau Bali buah apa yang punya branding, seperti di daerah lain ada pisang Ambon. Jadi buah yang sudah ada brandingnya ini harus dibudidayakan dengan baik,” jelasnya. Ia juga mengingatkan masalah kemasan perlu dibuat menarik, mungkin bisa diisi sedikit daunnya agar tampak lebih segar.

Sementara Dr. Mangku Pastika di awal sambutannya mengatakan sebenarnya
perlindungan buah lokal ini piranti hukumnya sudah lengkap mulai dari Perda 3/2013, Pergub 99/2018 dan peraturan lainnya. Namun diakui belum berjalan dengan baik.

Karena itu Mangku Pastika mengajak berbagai pihak agar lebih intens lagi menggarap sektor pertanian ini. “Jangan terlalu banyak berharap dari pariwisata di saat Covid-19 yang mungkin akan berlangsung cukup lama. Jadi kita harus bangun sektor di luar pariwisata seperti pertanian ini,” ujar mantan Gubernur Bali dua periode ini.

Namun demikian diingatkan dalam pengembangan pertanian agar tetap selektif, produk apa yang harus ditanam dan berumur pendek sehingga bisa cepat menghasilkan.

Untuk itu petani harus ditingkatkan keterampilannya. Tak bisa hanya bertani secara tradisional agar tak tertinggal. “Saya akan dukung hal ini. Apalagi Bali memiliki banyak produk andalan yang sudah punya branding. Kalau ini bisa dikelola dengan baik tentu bisa memberi nilai ekonomi tinggi bagi masyarakat (petani),” ujarnya.

Dr. Mangku Pastika mencontohkan pisang, dimana Bali memiliki begitu banyak jenis dengan kualitas yang bagus. “Saya saat menjabat menyuruh Kadis Pertanian mengumpulkan 50 jenis pisang lokal, ternyata ada 46 jenis. Ini saya tanam di lingkungan kantor,” jelasnya. (bas)