Dewa Susila: Pariwisata Bali Harus Siap Garap Turis Milenial

(Baliekbis.com), Pengamat pariwisata I Dewa Putu Susila menegaskan Bali jangan lagi terjebak pada dikotomi kualitas dan kuantitas atau quality tourism dan mass tourism. Sebab dua hal ini harusnya bisa saling berdampingan menguatkan positioning dan daya saing serta daya tarik pariwisata Bali.

Pelaku industri pariwisata di Bali sebaiknya fokus menggarap pasar turis milenial, memenuhi kebutuhan mereka, memberikan pelayanan terbaik dan pengalaman berbeda. “Sebab mereka adalah turis masa depan dan dengan spending power yang semakin tinggi,” tegas Pria yang juga caleg DPRD Bali dapil Tabanan nomor urut 2 dari Partai NasDem itu di Tabanan, Sabtu (14/12/2018).

Pria yang juga pengurus KONI Bali Bidang Hubungan Luar Negeri dan Sport Tourism itu mengatakan beberapa tahun ke depan akan menjadi era wisatawan atau turis milenial yang menjadi salah satu pasar yang cukup dominan dan pasar utama yang menarik digarap pelaku industri pariwisata khususnya di Bali.

Dijelaskan, turis milenial ini bisa dikategorikan bagi mereka yang berumur 18- 35 tahun atau yang lahir di tahun 1980-an hingga menjelang tahun 2000-an. Turis milenial ini menempatkan liburan, traveling atau berwisata sebagai salah satu aspek penting dalam kehidupan pribadi mereka. Hal ini juga sejalan dengan tingkat penghasilan yang kian bertambah.

Dewa Susila yang juga Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Cabang Bali itu itu menambahkan turis milenial mereka ingin pelayanan yang serba cepat. Kedua, mengutamaka booking atau memesan jasa wisata baik tiket pesawat, hotel, atraksi wisata secara online.

Ketiga, turis milenial juga cenderung melakukan booking last minute atau pemesanan di detik-detik terakhir. Mereka juga sangat melek teknologi dan cenderung mencari informasi secara online.

Untuk menghadapi karakteristik turis milenial yang sangat tech savy (melek teknologi) dan adiktif dengan gadget ini, para pelaku industri pariwisata tidak cukup hanya mengandalkan aspek-aspek hospitality seperti keramahtamahan dan pelayanan yang baik.

Namun juga harus diimbangi dengan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan teknologi digital dalam dalam pelayanan kepada wisatawan dan proses bisnisnya.

“Di tengah revolusi industri 4.0, pariwisata akan berhenti menjadi tourism 4.0. Dimana aspek-aspek hospitality harus dikolaborasikan dengan pemanfaatan kemajuan teknologi khususnya IT untuk memperkaya pengalaman wisatawan,”kata Dewa Susila.

Contohnya, teknologi VR (Virtual Reality) dan AR (Augmented Reality) bisa diaplikasikan oleh pengelola jasa akomodasi maupun pengelola destinasi wisata untuk menambah daya tarik dan juga memberikan pengalaman berbeda kepada wisatawan atau turis milenial.

“Industri pariwisata juga jangan alergi dengan kemajuan IT. High touch seperti keramahtamahan dan pelayanan yang baik harus dikombinasikan dengan high tech, kemajuan teknologi,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata (Kemenpar) wisatawan milenial akan terus tumbuh dan menjadi pasar utama. Diproyeksikan pada 2030 mendatang, pasar pariwisata Asia didominasi wisatawan milenial berusia 15-34 tahun mencapai hingga 57 persen.

Di Tiongkok wisatawan milennial akan mencapai 333 juta, Filipina 42 juta, Vietnam 26 juta, Thailand 19 juta, sedangkan Indonesia 82 juta.

Lebih dari 50 persen dari tiap pasar pariwisata Indonesia sudah merupakan milenial di 2019. Beberapa negara yang wisatawan milenial meningkat diantara lain Tiongkok, India, Singapura, dan negara Asia Tenggara lainnya.

“Turis milenial adalah pasar pariwisata masa depan. Jadi para pelaku industri pariwisata Bali tidak boleh ketinggalan membidik turis milenial ini dan harus menyesuaikan layanannya dengan kebutuhan mereka yang cenderung berbeda dengan wisatawan dari generasi sebelumnya,” tandas Dewa Susila. (wbp)