Delegasi Mahasiswa Tokyo University Bahas Pertanian Bali di Agro Learning Center

Delapan mahasiswa dan mahasiswi semester lintas fakultas yang dikoordinir oleh Maya (Su-Re.Co) diterima dengan hangat oleh Nyoman Baskara (Founder ALC ) dan Danni Divendra Nanda (Field Manager) serta Aris Rematwa yg magang di ALC.

Maya yang aktif di LSM Pertanian dan Lingkungan, mengawali acara dengan memperkenalkan delegasi satu per satu. Kedatangan mereka ke ALC, untuk mendapat informasi seputar pertanian di Bali (sebagai Tinjauan Kasus). Kegiatan tersebut tentunya terkait dengan kegiatan atau materi kuliah yang tengah mereka tekuni.

Pertanyaan pun  lmengalir antusias dari peserta. Sementara 2 mahasiswa lain  rupanya tekun dengan laptopnya, mencatat dengan detail pertanyaan dan respon yang diberikan Baskara. Pertanyaan yang paling menggelitik datang dari salah satu mahasiswi yang berasal dari Vietnam dan ditimpali mahasiswi dari China yakni bagaimana komitmen pemerintah Bali terhadap pembangunan pertanian organik?

Sebelum menjawab pertanyaan tajam tersebut, Baskara menjelaskan terlebih dahulu situasi pertanian di Bali. Bahwa karena godaan sektor pariwisata, banyak sekali lahan pertanian di Bali tidak dikelola secara sungguh-sungguh. Minat milenial untuk menekuni sektor primer tersebut sangat minim. Sebagian besar kebutuhan akan komoditi didatangkan dari luar Bali.

Ini sebuah tantangan besar bagi Bali. Terlebih saat dunia didera perubahan iklim ekstrim. Karena bisa saja suatu saat pasokan komoditi tersebut terhenti karena gagal panen atau pemerintah di daerah sumbernya punya kebijakan “menyimpan hasil pertanian sebagai cadangan kebutuhan warganya”.

Danni dan Aris pun menambahkan, betapa sulit mereka memgajak teman temannya untuk melirik usaha pertanian. Alasannya, karena hingga saat ini pertanian belum memberikan jaminan hidup lebih layak. Mendengar penjelasan tersebut, hampir semua delegasi mengkerut keningnya.

Kembali ke pertanyaan  komitmen keberpihakan pemerintah Bali terhadap sektor pertanian, Baskara pun menjawab dengan lugas bahwa dilihat dari kebijakan dan politik anggaran, atensi pemerintah Bali pada perbaikan nasib sektor pertanian masih jauh dari harapan.

Tagline Menuju Pertanian Organik dan Mensejahterakan Petani, masih sebatas jargon semata. Terbukti anggaran untuk mendukung kemajuan sektor pertanian jauh dibawah standar yang direkomendasi FAO.

Salah seorang delegasi bertanya tentang visi misi dan keberadaan ALC. Bagaimana ALC mengambil peran dalam menjawab kondisi tersebut, Baskara menjelaskan visi ALC adalah Petani Makmur Sejahtera. Untuk mewujudkan visi tersebut ALC merumuskan lima misi.

Dalam kontreks operasional, ALC berfungsi sebagai katalisator atau tukang kabel, yang menghubungkan stakeholder terkait. Sejak berdiri empat tahun silam, ALC konsisten pada fungsi tersebut. Dan hingga saat ini sejumlah stakeholder hadir menjadi bagian dari perjuangan mewujudkan Petani Makmur Sejahtera.

Para pejabat dan jajaran Dinas Pertanian dan Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Kota Denpasar, memberikan atensi memadai. Demikian juga kalangan akademi dari berbagai kampus di Bali, menunjukkan keinginan bersinergi. “Kami semua sepakat menjadi ALC sebagai Hub bagi milenial pecinta pertanian. Artinya, kami akan jadikan ALC sebagai pusat pembelajaran dan etalase dalam membangun cinta pertanian,” jelas Baskara.

Sebagai Hub Milenial Pecinta Pertanian, Baskara sangat berharap ada dukungan berbagai pihak agar ALC dilengkapi dengan teknologi smart farming. Tujuannya, bukan untuk sok keren, tapi memang untuk meyakinkan milenial bahwa masa depan pertanian itu menjanjikan. Nah, komitmen inilah yang perlu dikawal bersama, dimulai dari pemerintah dan didukung pemangku kepentingan lainnya. (ist)