Caleg PSI I Nengah Yasa Adi Susanto: Penting Revisi UU 33/2004 untuk Eksistensi Adat Budaya Bali

(Baliekbis.com), UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah tidak ada satupun pasal yang menyebutkan bahwa devisa pariwisata harus disetorkan atau diberikan kepada provinsi tempat atau destinasi pariwisata tersebut.

“Untuk itu revisi UU 33/2004 ini harus bisa diperjuagkan sehingga Bali bisa memperoleh bagian dari hasil pariwisatanya,” ujar Caleg DPR RI Dapil Bali Nomor Urut 1 dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) I Nengah Yasa Adi Susanto, S.H., M.H.,CHT., Sabtu (6/4) di Denpasar.

Dikatakan Adi Susanto, Bali hampir selalu menjadi desitinasi terbaik di dunia karena keindahan alam dan budayanya serta tradisi dan adat istiadatnya yang sampai saat ini terjaga dengan baik.

Sehingga Bali  menjadi penyumbang devisa pariwisata terbesar di Indonesia. Sekitar 40% atau sekitar Rp112 triliun disumbangkan Bali untuk devisa pariwisata nasional.

Namun sayangnya dari hasil devisa pariwisata yang begitu besar, justru Bali sendiri hanya dapat ampasnya saja dari hiruk pikuk pariwisatanya. Pasalnya hampir semua devisa pariwisata tersebut larinya ke pusat. Sebab memang payung hukum yang ada. “Sangat memprihatinkan karena devisa yang dihasilkan ratusan triliun setiap tahunnya tapi Bali justru tidak mendapatkan bagian dari devisa tersebut,” kata Adi Susanto.

Menurut Bro Adi, demikian panggilan Ketua DPW PSI BaIi ini ada ketidakadilan dari keluarnya UU 33 Tahun 2004 ini. Khususnya terhadap daerah-daerah yang menjadi destinasi pariwisata di Indonesia. “Termasuk yang paling dirugikan adalah Bali sendiri karena Bali menjadi penyumbang terbesar dari devisa pariwisata Indonesia,” tegas politisi asal Desa Bugbug Karangasem ini.

Pada UU 33 Tahun 2004 yang mendapatkan dana bagi hasil adalah hanya dari devisa sumber daya alam saja seperti tambang baik minyak bumi maupun gas bumi dan sumber daya alam lainnya. Sedangkan Bali  tidak punya sumber daya alam yang dieksploitasi dan hanya mengandalkan dari pariwisata saja. “Jadi ada aspek ketidakadilan di sini,” tambah Adi.

Seharusnya pemerintah juga mempertimbangkan bahwa pariwisata di Bali khususnya ada sebuah proses “eksploitasi” adat dan budaya di Bali. Yang mana proses ini juga memerlukan anggaran yang tidak sedikit jumlahnya untuk mempertahankan adat dan budaya Bali atau bahasa kekiniannya Ajeg Bali.

“Jadi seharusnya Bali mendapatkan pemasukan juga dari devisa pariwisata ini. Karena untuk mempertahankan pariwisata yang berlandaskan adat dan budaya ini diperlukan biaya pelestarian yang lumayan besar sehingga eksistensi dari adat dan budaya kita akan tetap bisa dipertahankan,” imbuhnya.

Karena itu, menurut pendiri Sekolah Perhotelan dan Kapal Pesiar Monarch Bali ini, bila terpilih nanti jadi anggota DPR RI akan masuk ke Komisi IX yang membidangi Ketenagakerjaan dan Kesehatan ini memastikan bahwa pihaknya akan mengusulkan untuk revisi UU 33 tahun 2004 segera setelah duduk di Senayan nanti.

Tidak sulit untuk merevisi UU yang merugikan Bali ini. Caranya dengan berkomunikasi dengan para anggota DPR di daerah-daerah yang juga menjadi destinasi pariwisata di Indonesia. Kemudian secara bersama-sama mengusulkan revisi UU tersebut untuk selajutnya dibahas bersama eksekutif.

Pihaknya sangat yakin bila anggota DPR Dapil Bali  serius untuk memperjuangkan Bali agar mendapatkan dana bagi hasil dari pariwisata ini pasti UU ini bisa direvisi. UU ini mutlak untuk direvisi karena nantinya ada korelasi dengan penguatan desa adat.

Adi Susanto yang juga salah satu pendiri PT. Ratu Oceania Raya Bali yang telah memberangkatkan lebih dari 10 ribu orang bekerja di kapal pesiar ini menambahkan bahwa nantinya kalau UU 33 Tahun 2004 ini  bisa revisi maka dana dari devisa yang dibagikan ke Provinsi Bali untuk selanjutnya bisa dibagikan ke Kabupaten/Kota se-Bali.

Untuk selanjutnya dibagikan ke desa adat di seluruh Bali sehingga nantinya desa adat mendapatkan dana stimulan setiap tahunnya yang bisa dipakai untuk menyelenggarakan kepentingan adat. “Termasuk pelestarian adat, budaya dan tradisi masing-masing sehingga pariwisata Bali akan tetap konsisten mengedepankan adat dan budaya Bali,” tandasnya. (wid)