Bodohi Rakyat, Caleg PSI Siwie Handini : Hapus Fasilitasi Bansos Anggota Legislatif

(Baliekbis.com), Menjelang Pemilu Legislatif (Pileg) 2019, jatah fasilitasi bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat konstituennya kerap menjadi salah satu bargaining politik calon anggota legislatif (caleg) petahana. Dengan iming-iming bansos, caleg petahana berharap dapat mengamankan suara dan terpilih kembali di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.

Caleg new comers (pendatang baru) pun tidak kalah sesumbar menjanjikan bansos kepada calon pemilih dan akan menyalurkannya ketika dirinya terpilih sebagai anggota legislatif. Maka tak pelak iming-iming bansos ini ibarat “alat kepentingan politik” bagi caleg petahana maupun new comers.

Namun tidak bagi Dra. RR. Hastha Siwie Handini, M.Si., caleg PSI (Partai Solidaritas Indonesia) yang maju ke DPRD Kota Denpasar dapil Denpasar Timur nomor urut 1. Ia dengan tegas menolak keberadaan bansos yang difasilitasi anggota legislatif ini.

“Hibah bansos fasilitasi anggota legislatif ini mesti dihapus. Sebab itu membodohi masyarakat. Seolah-olah bansos ini hadiah dari anggota Dewan, padahal itu uang dan hak rakyat,” kata Siwie Handini ditemui di Denpasar, Rabu (19/12/2018).

Tokoh perempuan yang berpengalaman lebih dari 30 tahun sebagai birokrat (PNS) itu menegaskan selama ini terkesan dana bansos ini hanya menjadi alat politik anggota Dewan. Penyalurannya ke masyarakat pun tergantung kemauan atau selera anggota Dewan.

“Hibah bansos diberikan kepada orang dekat. Siapa yang disukai itu yang dikasi. Jadi sangat subjektif dan diskriminatif,” tegas perempuan peraih Lencana Karya Satya (penghargaan tertinggi pengabdian sebagai PNS) itu.

Penyaluran dana bansos ini membuka juga ruang KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) di lingkaran anggota legislatif. Misalnya ada oknum anggota Dewan yang memotong dana bansos yang difasilitasinya.

“Masih banyak juga masyarakat beranggapan ketika dapat bansos, mereka ada hutang budi kepada anggota Dewan sehingga mereka merasa berkewajiban memilih kembali yang memfasilitasi bansos ini.  Padahal bansos itu dari duit masyarakat sendiri yang dibayarkan lewat pajak,” ungkap Siwie Handini.

Di sisi lain, imbuh pensiunan PNS yang 20 tahun lebih bertugas di Inspektorat Provinsi Bali itu, belum tentu juga bantuan yang diberikan menjadi kebutuhan masyarakat. Bisa saja motifnya hanya agar bansos tersebut cair sehingga dibuatkan proposal pembangunan yang sebenernya tidak urgent atau tidak mendesak dibutuhkan.

Misalnya bangunan yang masih layak malah dibongkar untuk dapat bansos. Jadinya bansos tidak tepat sasaran, tidak sesuai kebutuhan. Lagipula kriterianya juga sumir.

“Yang mana layak dapat yang mana tidak, sangat tidak jelas kriteria. Bansos ini hanya suka-suka anggota Dewan mau kasi ke kelompok masyarakat yang mana,” ujar mantan Kepala Bidang Keuangan Inspektorat Provinsi Bali itu.

Bansos susah dikontrol karena anggota Dewan merasa punya power. Pengawasannya juga susah karena begitu banyaknya bansos yang difasilitasi anggota Dewan. Jika ditotal dalam satu tahun anggaran bisa ada ribuan bansos yang difasilitasi seluruh anggota Dewan mulai dari yang anggarannya di bawah Rp 10 juta hingga yang ratusan juta per proposal.

“Ada ribuan penyaluran bansos per tahun bagaimana mengawasi. Tidak bisa semua dicek dan biasanya verifikasi dan evaluasinya hanya diambil sampel,” imbuh lulusan Magister Ekonomi Pembangunan di Universitas Gajah Mada (UGM) itu.

Maka ketimbang uang rakyat dihamburkan-hamburkan lewat anggaran bansos yang kebanyakan juga tidak tepat sasaran, Siwie Handini menyarankan agar dikembalikan penyalurannya berdasarkan kebutuhan dan usulan masyarakat dari bawah melalui mekanisme Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan)  di tingkat desa hingga ke tingkat nasional.

Musrenbang adalah forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah. Musrenbang diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan diatur oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas untuk tingkat nasional dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk tingkat daerah.

“Jadi akan lebih tepat perencanaan pembangun melibatkan masyarakat bawah, dari Musrenbang desa sampai nasional. Jadi sinergikan program dari bawah. Misalnya Presiden Jokowi sebelumnya fokus ke infrastruktur sekarang akan  fokus ke SDM. Rencana pembangunan dan program daerah juga harus sejalan dengan kebijakan Jokowi itu,” bebernya perempuan yang pernah bertugas sebagai Kepala Bidang Statistik dan Evaluasi Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Provinsi Bali itu.

Komitmen terhadap ketepatan penggunaan anggaran dan sesuai kebutuhan masyarakat ini juga menjadi jadi salah satu perjuangan Siwie Hamdani ketika terpilih sebagai anggota DPRD Kota Denpasar nantinya.

“Denpasar ini kota Metropolitan, Ibukota Bali. Tapi lihat saja banyak jalan yang masih benyah latig. Kualitas SDM juga harus terus perlu pembenahan dan peningkatan,”tandas politisi perempuan yang mengidolakan Jokowi dan Ahok ini.

Untuk menjaga komitmen dan integritasnya ketika terpilih sebagai anggota DPRD Denpasar nanti, Siwie Handini juga sudah menandatangani surat pernyataan Pakta Integritas kepada Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

“Saya siap diberhentikan dengan tidak hormat jika di dalam menjalankan fungsi, tugas dan tanggung jawab sebagai anggota legislatif, saya  terbukti melakukan tindak pidana korupsi atau bekerja tidak sesuai standar prosedur sebagai anggota DPRD,” tutup Siwie Handini. (wbp)