Blanko Seaman Book Kosong, Ratusan Pelaut Bali Gagal Berangkat

(Baliekbis.com), Ratusan TKI pelaut asal Bali diprediksi gagal berangkat karena terkendala persyaratan Buku Pelaut atau Seaman Book yang tidak bisa dicetak di kantor Syahbandar Benoa, Denpasar. Buku Pelaut tidak bisa dicetak karena blanko kosong sehingga ratusan TKI Pelaut harus gigit jari dan dipastikan gagal berangkat tepat waktu. “Buku Pelaut adalah dokumen wajib yang harus dimiliki oleh setiap TKI Pelaut yang akan berangkat bekerja di luar negeri selain dokumen lainnya seperti Paspor, Basic Safety Training (BST), Medical Certificate, C1D Visa serta dokumen penunjang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional dan Internasional,” ujar Pemerhati TKI I Nengah Yasa Adi Susanto, Jumat (26/1) di Denpasar.

Buku Pelaut sendiri sebagai syarat yang harus dimiliki pelaut sesuai dengan Pasal 145 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Adi Susanto menegaskan pihaknya sangat menyayangkan blanko sampai kosong. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi andai sumber daya manusia yang ada di Departemen Perhubungan khususnya Ditjen Hubungan Laut peka terhadap kebutuhan TKI Pelaut. “Buku Pelaut ini wajib  dimiliki oleh setiap TKI Pelaut dan tentu saja persediaan blanko tidak mungkin sampai habis bila memang pejabat terkait yang bertanggung jawab terhadap hal ini memiliki empati yang besar terhadap masa depan TKI pelaut kita,” ujar Adi Susanto.

Menurutnya ratusan TKI Pelaut sampai batal berangkat hanya karena blanko Buku Pelaut kosong sebagai hal yang sangat tidak masuk akal. Adi Susanto yang juga seorang advokat dan mantan Sommelier di kapal pesiar ini menambahkan pihaknya seringkali mendapat keluhan dari para TKI pelaut yang tidak bisa berangkat tepat waktu karena terkendala masalah non teknis seperti proses pembuatan Buku Pelaut dan BST yang memakan waktu cukup lama. Normalnya proses pembuatan Buku Pelaut karena sudah online memakan waktu 3 sampai 7 hari sedangkan BST biasanya 2 minggu selesai. Namun pada prakteknya bisa sebulan lebih belum selesai karena kendala non teknis seperti blanko kosong.

Keluhan lainnya yang biasanya disampaikan TKI Pelaut adalah mahalnya pengurusan dokumen termasuk pembuatan Buku Pelaut. Banyak TKI pelaut mengeluh mereka harus membayar Buku Pelaut sampai Rp 800.000 di agen tempat mereka direkrut. Sebenarnya sesuai dengan PP 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas  Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan untuk membuat Buku Pelaut cukup membayar Rp 100.000 melalui transfer ke bank yang ditunjuk, tambah Adi.

Menurut Adi yang juga Legal Consultant di PT. Ratu Oceania Raya Bali salah satu Manning Agency kapal pesiar ini bahwa semua pihak termasuk Gubernur Bali, Kadisnaker Bali harus turun tangan dan minta Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan agar blanko yang dibutuhkan para TKI Pelaut ini secepatnya dikirim ke Syahbandar Benoa. “Kalau tidak maka ratusan TKI Pelaut kita akan gagal berangkat dan efeknya akan sangat negatif bagi TKI Pelaut Bali khususnya dan Indonesia umumnya.

Kami selaku pemilik agen sangat dirugikan karena kredibilitas kami di mata principles yang menyediakan lapangan pekerjaan di kapal pesiar menjadi buruk karena para pejabat yang menangani Buku Pelaut ini tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya dan hal ini tentu harus diberikan sanksi tegas karena dampaknya adalah ratusan bahkan ribuan TKI Pelaut kita akan gagal berangkat ke luar negeri,” tutup Adi. (adi)