Bisnis Angkutan Merana, Penjualan Otomotif Lesu

(Baliekbis.com), Lesunya ekonomi Bali membawa dampak terhadap bisnis otomotif. Bahkan usaha angkutan juga semakin terpuruk akibat makin sendikitnya jumlah penumpang.

“Kalau penjualan otomotif sudah sejak tahun lalu lesu. Kita masih harap-harap cemas apa tahun ini bisa membaik,” ujar bos Diler Hino Cahaya Wirawan Hadi saat ditanya soal penjualan mobil saat ini. Menurutnya banyak faktor penyebab merosotnya penjualan otomotif di Bali. Selain memang pengaruh ekonomi secara nasional, juga ekonomi Bali anjlok akibat turunnya kunjungan turis setelah adanya erupsi Gunung Agung. “Belum lagi adanya berbagai aturan yang dirasakan berdampak terhadap pembelian mobil di Bali,” tegasnya usai rapat dengan jajaran Organda Bali, Sabtu lalu.

Ketut Dinamika

Menurut Cahaya Wirawan Hadi aturan yang diterapkan pemerintah di Bali sejak beberapa tahun terakhir membawa dampak bagi pebisnis otomotif. “Pengenaan pajak BBNKB sebesar 15 persen membuat konsumen beralih membeli mobil ke luar Bali (Jakarta) karena pertimbangan lebih murah,” ujarnya seraya mengatakan di luar Bali pajak BBNKB hanya 10 persen. Perbedaan sampai lima persen itu dinilai cukup besar kalau melihat harga mobil yang ratusan juta bahkan bisa miliaran. Larinya konsumen membeli angkutan ke luar Bali juga diakui Ketua Organda Bali Ketut Eddy Dharmaputra,S.Sos. Menurutnya setiap tahun cukup banyak konsumen yang membeli mobil di luar Bali. “Coba lihat banyak kendaraan pelat luar beroperasi di sini, padahal pemiliknya orang sini juga,” tegas owner angkutan bus ini.

Tak beda jauh dengan bisnis otomotif, nasib angkutan umum juga makin merana. Bahkan di beberapa kabupaten angkot dan angdes yang beberapa tahun silam menjadi andalan angkutan masyarakat kini mati pelan-pelan. “Di Bangli saja angkutan umum ini tinggal sekitar seperempatnya saja dari sebelumnya sekitar 400 unit,” jelas Ketua Organda Bangli Ketut Dinamika,S.Sos. saat ditemui di sela-sela pertemuan Organda Bali di Ubung. Nasib angkutan bus antarkabupaten juga tak kalah parahnya. Dinamika menjelaskan tahun 90-an ada beberapa pengelola angkutan bus dengan belasan bus beroperasi melayani penumpang antarkabupaten. Tapi sekarang bisa dihitung, tinggal beberapa saja. Kondisi usaha angkutan ini makin diperparah lagi dengan munculnya aturan yang mewajibkan angkutan umum ini harus berbadan hukum PT atau sejenisnya. “Untuk bisa jalan saja sudah untung, dimana cari duit untuk urus izin (PT) dengan kondisi angkutan yang sudah berat seperti ini,” tegas Dinamika yang juga kontraktor ini. (bas)