Berkaca dari Pandemi Covid-19, Bali Perlu Ekonomi Substitusi

(Baliekbis.com), Pariwisata itu memang membawa kapital, tapi jangan dianggap sebagai satu-satunya kekuatan ekonomi -single economic power. Mungkinkah Bali bisa sejahtera tanpa pariwisata? Demikian antara lain mengemuka saat Reses Anggota DPD RI dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,S.H. yang mengangkat tema “Mengawal Kebijakan Publik yang Pro Rakyat”, Senin (2/1) di RAH (Rumah Ahli Hukum) Renon Denpasar.

Dalam diskusi yang dipandu Tim Ahli Nyoman Wiratmaja didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Baskara hadir Akademisi FH Unud Prof. Dr. IB Wyasa Putra,S.H., M.Hum. dan Dr. IDG Palguna yang juga mantan Hakim MK, Perencana Ahli Utama Bappeda Bali Putu Astawa, Ketua NCPI Bali Agus Maha Usadha serta pakar lainnya.

“Pariwisata secara mendadak bisa bikin kita colaps. Seperti terjadinya pandemi Covid-19. Ke depan kita tak cukup dengan satu desain, tapi perlu desain yang fundamental. Perlu skim substitusi ekonomi dan pariwisata,” ungkap Prof. Wyasa Putra.

Ditambahkan dari pandemi sudah memberi tahu pariwisata itu rentan terhadap berbagai peristiwa kesehatan, bencana dan sebagainya. Karena itu perlu menyiapkan ekonomi substitusi yang bisa mengambil posisi ketika pariwisata tidak bisa berkerja.

“Ekonomi substitusi di zaman global jangan diartikan sebagai suatu cara berpikir pengembangan ekonomi yang sifatnya lokal dan harus di Bali. Kita harus membangun SDM yang bisa menerobos berbagai peluang di seluruh dunia dengan membuat SDM yang kompetitif. Itu juga akan memberikan pendapatan bagi daerah,” jelasnya.

Bali memiliki banyak sekali potensi ekonomi yang selama ini belum diberikan perhatian dan belum dibangun secara terstruktur.  Padahal masyarakat, anak muda Bali sangat kreatif dan berhasil mengembangkan usahanya di bidang pertanian serta melakukan ekspor. “Anak-anak muda sekarang lebih berorientasi pada profesi. Jadi kita perlu meneliti ke bawah potensi ekonomi non-pariwisata agar bisa dikembangkan,” pungkasnya.

Sementara Mangku Pastika dalam pengantarnya mengatakan pentingnya sebuah perencanaan digarap dengan baik agar tepat sasaran dan bermanfaat.

“Menurut saya yang paling berat adalah membuat rencana sebab kerap ada tekanan politik (elit). Banyak politisi tak ngerti manajemen, sehingga terjebak masuk penjara. Juga harus disesuaikan dengan NSPK (Norma Standar Prosedur dan Kriteria) dan adanya
tekanan dari masyarakat, bahkan pers,” jelas Mangku Pastika yang kini duduk di Komite IV ini.

Mantan Gubernur Bali dua periode ini mengingatkan perencanaan harus diketahui publik sehingga mendapat partisipasi. “Saat menjadi Gubernur, saya sebelum buat rencana sudah kumpulkan semua tim, data. Dengan belajar data kita bisa tahu trend. Apa sih yang dimaui rakyat. Prosesnya juga jelas dan apa outputnya. Penting juga ada evaluasi dan keberpihakan pemerintah sangat penting,” tegasnya.

Di sisi lain dikatakan pentingnya membangun kualitas (SDM) agar memiliki daya saing untuk mengantisipasi perubahan. Pengalaman memberikan pelajaran penting dan perlu direspon dengan baik berdasarkan fakta-fakta dan bukan keinginan-keinginan teoritik atau perkiraan yang tidak terukur.
Kebijakan publik dibuat berdasarkan kebijakan yang terukur dan merupakan rancangan untuk memecahkan masalah yang relevan dan nyata.

Menurut pengamat dan akademisi Dr. Gde Suardana kebijakan publik jangan hanya didasari kepentingan politik sehingga bertentangan dengan rakyat.

Dewa Palguna mengingatkan jangan merasa selesai ketika sudah membuat suatu aturan dan membicarakannya tanpa melihat kelanjutannya. Sebab yang penting aturan itu harus bisa menjawab kebutuhan dan hasilnya riil dan bermanfaat.

Pengamat pertanian Nyoman Baskara mengatakan pentingnya substitusi ekonomi. “Bali harus punya lebih dari satu lokomotif ekonomi. Pertanian itu rohnya pariwisata, karena sektor ini disubsidi oleh pertanian,” tegas founder ALC (Agro Learning Center) ini. (bas)