Belajar dari Phuket dan Olimpiade, Ketua APPMB: Bali Perlu Terobosan “Pilot Project” Geliatkan Pariwisata

(Baliekbis.com), Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB) minta segera dibuka destinasi alam terbuka (Nature, Agro Wisata & Ecowisata) agar ekonomi bisa bergeliat.

Permohonan yang disampaikan Ketua APMB Wayan Puspanegara didampingi Sekretaris Wayan Dekron Mardika tersebut disampaikan kepada Menparekraf Sandiaga Uno serta Gubernur dan pihak terkait lainnya.

Menurut Puspa Negara perlu dibedakan treatment PPKM Level 4 di kawasan destinasi wisata dengan yang non destinasi terutama menyangkut jam buka agar dilonggarkan sampai pukul 23.00. Dine in max 50% dengan prokes inovatif plus pakta integritas bagi pelaku usaha.

Bandara untuk PPLN ditambah dengan Bandara Ngurah Rai. FCC diperluas one island one management (jangan hanya Sanur, Nusadua dan Ubud) karena ke 3 destinasi itu adalah dominan akomodasi. “Sementara pariwisata bukan hanya akomodasi,” ujarnya, Minggu (5/9) di Kuta.

“Di Bali pariwisata dengan derivatifnya telah meng-impac semua sektor tanpa kecuali. Jadi destinasi di Bali itu beragam mulai dari akomodasi, culinery, transportasi, komunikasi (PR) atraksi, eksibisi, konvensi, distribusi, hingga petani/balinese rural live yang berproduksi, mempertahankan budaya dan merawat alam. Itulah pariwisata Bali,” tegas mantan Anggota DPRD Badung ini.

Stimulus untuk industri pariwisata agar menyeluruh pada pengelola berbagai destinasi (banyak destinasi dikelola oleh desa adat) hingga kaum marginal pariwisata.

“Persoalan Covid yang fluktuatif memang membutuhkan kewaspadaan tinggi, akan tetapi bukan berarti kita diajak wait and see. Justru dalam persoalan ini kita harus terobos dalam miniatur (pilot project ) percontohan destinasi yang dibuka, seperti Phuket, juga Piala Eropa, Olympiade Tokyo & Para Olympic Tokyo. Kita harus berani (mencoba) dari pada menunggu ketidakpastian,” tegasnya.

Puspa Negara menyarankan buat langkah-langkah pembukaan destinasi berbasis payung hukum/legal standing yang terencana dan bertahap. Bukannya harapan-harapan seperti yang lalu lalu. Hal ini untuk memudahkan industri merencanakan persiapan, maintenance, hingga advance booking,” tambahnya.

Pengumuman perpanjangan PPKM selalu last minute sepertinya hal ini membuat industri pariwisata sulit untuk kepastian berencana. Padahal secara normatif kawasan destinasi premium di Bali (Kawasan Samigita) sudah vaksin di atas 95%, sertificasi CHSE, Verifikasi prokes oleh team Disparda dan prokes inovatif telah disiapkan oleh masing-masing pelaku usaha.

“Intinya pelaku usaha pariwisata Bali sudah sangat siap untuk buka. “Tinggal menunggu keberanian pemerintah (Kemenparekraf), minimal ada pelonggaran jam buka hingga pukul 23.00 (khusus di destinasi wisata) bukanya closed jam 20.00. Padahal pada jam 20.00 itu aktivitas destinasi kerakyatan baru start.

Puspa juga berharap ada kelonggaran dine in maks 50%. Bahwa jika destinasi dilongggarkan buka hingga pk 23.00 disitulah ekonomi mulai bergerak. Karena meskipun industri tutup di atas jam 21.00 masih ada karyawan yang kerja seperti security, engineering.

Ia mencontohkan, Kelurahan Legian dengan jumlah hotel, restaurant dan pelaku usaha ikutanbya yang mencapai 2.225. Ini berarti minimal ada 2 orang bekerja di malam hari yang butuh makan minum yang sesungguhnya merupakan potensi ekonomi bagi masyarakat untuk bisa buka lapak nasi jinggo, makan minum hingga pkl. 23.00. Sehingga ekonomi bergeliat. Daripada saat ini mati total.

“Kami berharap Manparekraf mau berdiskusi karena kami adalah organisasi marginal pariwisata kerakyatan non exclusif. Ajaklah kami dan kamilah yang tahu di grassroot tentang pariwisata Bali dalam persfektif trickle down effect dan realita terbawah,” ujar Puspa. (ist)