Bedah Buku Prof. Dasi: Berbisnis Dengan 6 M, Cara Simpel dan Singkat Menjadi Pebisnis

(Baliekbis.com), Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah Bali – Nusa Tenggara, Prof. I Nengah Dasi Astawa meluncurkan 5 buku sekaligus, bertempat di Aula ITB STIKOM Bali, Renon, Denpasar, Rabu (12/8/2020).

Salah satunya berjudul  “Berbisnis Dengan 6 M”, dan embel-embel judul kecil “Cara Simpel dan Singkat Menjadi Pebisnis” dibedah hari ini, dibuka oleh Wagub Bali Cok Ace dan dihadiri oleh para pimpinan perguruan tinggi wilayah Bali – Nusa Tenggara.

Khusus untuk buku Berbisnis Dengan 6 M, Cara Simpel dan Singkat Menjadi Pebisnis, ditulis oleh Prof. Dasi bersama  Dr. Dadang Hermawan (Rektor ITB STIKOM Bali). Kedua putra Prof. Dasi yakni Made Satria Pramanda Putra dan Komang Satria Wibawa Putra juga dilibatkan sebagai penulis. Buku ini memang cocok bagi siapa saja yang ingin memulai usaha mikro dan kecil.


Ciri khas buku itu adalah setiap bab diawali kata mutiara dengan harapan agar para pembaca tergugah membaca buku ini sampai tuntas. Pada buku ini juga disajikan sebait pantun setiap awal mulai di bagian sub bab dan sebait pantun di akhir setiap sub bab.

Sebait pantun tersebut disesuaikan dengan konten atau materi pada setiap sub bab tersebut. Lalu, setiap akhir dari sub bab tidak lupa diberikan contoh atau ilustrasi agar memudahkan pembaca isi dari buku ini.

Menariknya lagi, seluruh isi buku ini sengaja ditampilkan sebagai edisi pertama tanpa saduran atau mengambil pandangan orang lain. Apa yang tersaji dalam buku ini semuanya murni buah pikiran Prof. Dasi dan hasil akumulasi pengalaman, mengamati, membaca, dan pernah menggeluti bisnis mikro dan kecil.

Buku ini ditulis dengan bahasa sangat sederhana oleh semua penulis dan bila ingin memahami lebih mendalam, hendaknya dibaca hingga tuntas, dengan demikian pembaca bisa menangkap maksud dan spirit dari kehadiran buku ini.

Meski tanpa mengutif pendapat orang lain, Prof. Dasi tampaknya sangat yakin dengan kekuatan bukunya ini.  “Kalau buku ini dianggap ada kelemahannya, silakan buat buku baru untuk lengkapi,” tantangnya kapada audiensi yang kebanyakan para pimpinan perguruan tinggi swasta di Bali, termasuk Wagub Bali Cok Ace.

Menurut Prof. Dasi, meruntuhkan “tembok gengsi” kerap kali menjadi salah satu hambatan terbesar untuk memulai atau mengembangkan bisnis, terutama bisnis mikro dan kecil.

Gengsi yang menimbulkan dominasi perasaan malu berjualan, gengsi yang berakibat malas belajar atau mulai usaha serta  gengsi bergaya hidup sederhana sehingga mendorong dan menyebabkan gaya hidup berlebihan. “Nah gengsi-gengsi itulah yang harus diruntuhkan,” ujarnya.

Prof. Dasi Astawa menegaskan, modal utama dan pertama dalam memulai usaha mikro dan kecil itu adalah spirit dan kemauan. Mengapa? Oleh karena usaha masih terbatas, kebutuhan lain seperti modal uang dan infrastruktur lain masih sangat terbatas. Misalnya jual kopi dengan model lesehan, hanya dibutuhkan meja, tikar atau karpet dan gula beserta kopi, sendok dan cangkir, kompor dan perlengkapan lain yang tidak begitu banyak.

Jadi butuh semangat atau spirit dan kemauan saja. Pertanyaannya mengapa orang lain bisa, aku koq belum? Semestinya bisa juga. Sama-sama memiliki peluang yang tidak jauh berbeda. Hanya sekali lagi dibutuhkan spirit dan kemauan tinggi untuk mewujudkan mimpi menjadi kenyataan.

Prof. Dasi memberikan ilustrasi begini. Berani Mulai Pasti Ada. Tak pernah berani mulai, tentu tidak ada hasil. Begitu berani mulai langsung punya, dan dimungkinkan langsung ada hasil. Contoh berani mulai sebagai jualan kopi, langsung punya warung kopi. Begitu ada orang belanja, langsung ada pendapatan, kalau belum ada belanja minimal sudah punya hasil berupa usaha warung kopi.

Teman Bisa Aku Bisa.  Jika melihat buka usaha cuci sepeda motor, dan cukup mengamati 2-3 hari, dan hari ke-4 dimulai buka usaha cuci sepeda motor, berarti anda juga bisa. Hanya butuh sampo, lap, air dan beberapa alat sederhana lain. Begitu lihat jual nasi goreng telur, dipraktekkan di rumah 2-3  kali, kali ke-4 sudah bisa buat nasi goreng telur dan tinggal buka tenda depan rumah jual nasi goreng telur plus. Berarti anda bisa dan mungkin bisa lebih baik dan lebih enak.

“Berani memulai dan pasti punya. Sementara besar dan kecilnya hasil tergantung dari kerja keras dan kerja cerdas kita. Ingat tidak ada yang mampu menolong diri kita secara terus menerus, termasuk orangtua sendiri. Semua ada batasnya,” nasihat Prof. Dasi.

Lalu apa kaitan Berbisnis dengan 6 M tadi? Ternyata itulah kelebihan Prof. Dasi membaca situasi yang kemudian mengilhami judul bukunya. Alkisah, suatu hari dia keluar dari warung makan Be Sanur. Di depannya berjejer mobil pick up. Tampak seorang lelaki sedang berjualan di mobil tersebut.  Di lain tempat, ada orang berjualan hanya bermodalkan sebuah meja.

“Mobil rodanya 4, tambah supir merangkap penjual  kakinya 2, jumlah 6. Meja kaki 4, penjual kakinya 2, total 6 juga. Itulah makanya buku ini saya namakan berbisnis bermodalkan 6 kaki,” cetusnya sambil tertawa.

Pada kesempatan ini juga ada testimoni dari kolega Prof. Dasi, yakni Prof. Darma Putra (Guru Besar FIB Unud), Dr. Darma Suyasa (Rektor Itekes Denpasar) dan praktisi pariwisata Yoga Iswara.

“Yang luar biasa hari ini,  ada 2 hal. Pertama, biasanya satu buku ditulis ramai-ramai,  tapi kali ini bukunya ramai-ramai ditulis 1 orang. Kedua, buku yang baik itu adalah buku yang selesai ditulis, kalau tidak diselesaikan tidak ada gunanya,” puji Prof Darma Putra.

Yoga Iswara mengaku punya pengalaman penelitian bersama Prof. Dasi tentang posisi pemimpin.  “Ternyata Prof. Dasi menginovasi teori Ki Hajar Dewantoro dengan menambah dua lagi posisi pemimpin.  Kalau Ki Hajar Dewantoro ada tiga pemimpin, yakni  ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan-red). Ada temuan lagi 2 tipe pemimpin dari Prof. Dasi. Yakni “di atas” menjadi eksekutor dan “di bawah” menjadi dinamisator,” ungap Yoga Iswara.

Sebelum acara bedah buku ini ditutup, Prof. Dasi masih berbicara lagi tentang teori baru, temuannya tadi. “Sebenarnya saya ini penasaran, kenapa orang barat itu banyak sekali teorinya. Makanya teori saya tadi sedang saya garap untuk go international. Sudah kami ujicoba di level manajer di Bali,’ pungkasnya. (rls)