Bebayuhan Tampel Bolong Dipadati Warga

(Baliekbis.com), Ribuan Warga Gianyar khususnya Warga Tampaksiring mengikuti Bebayuhan Tampel Bolong, Mpu Leger, dan Bebayuhan Sanan Empeg massal. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Ida Pandita Mpu Nabe Putra Paramudaksa Budha Yoga Manuaba di Jaba Pura Puncak Manik Ukir Br. Bukit Tampaksiring bertepatan dengan hari Tumpek Wayang (24/2). Sedikitnya 1200 orang telah mendaftar untuk mengikuti bebayuhan massal namun antusiasme warga mengikuti bebayuhan yang dipuput 14 sulinggih ini membuat jumlah peserta semakin bertambah saat puncak upacara bebayuhan.

Umat Hindu di Bali meyakini Bebayuhan sebagai momen untuk menetralisir derita bawaan sejak lahir. Sehingga tidak jarang jika mebayuh dilaksanakan atas kondisi tertentu, seperti kelainan jiwa, sakit berkepanjangan, sering dirundung kesialan atau kecelakanaan. Pelaksanaan mabayuh oton bermaksud untuk pengruwatan demi menyelamatkan manusia dari akibat keburukan hari lahir dan unsur karma phala yang buruk. Karena masih me­lekat pada diri manusia serta mengurangi pengaruh Sad Ripu atau sifat-sifat keraksasaan yang dibawa sejak lahir.Tak hanya demi menghilangkan segala kesakitan dan kesialan. Umat Hindu meyakini karakter anak bisa dibawa sejak lahir. Apabila anak memiliki utang atau kapiutangan saat ia lahir, maka akan ber­dampak pada karakternya kelak ketika ia sudah dewasa. Untuk memusnahkan karakter buruk yang sudah dibawa dari lahir itu, masyarakat Bali melakukan upacara mabayuh oton.

Ida Pandita Mpu Nabe Putra Paramudaksa Budha Yoga Manuaba menjelaskan bahwa “Bebayuhan Tampel Bolong merupakan pengruatan yang paling utama menurut Lontar Kembang Rampe Lawar Capung”. Bebayuhan Tampel Bolong itu sendiri seperti Bebayuhan Anak Tunggal, Anak Lahir Sungsang, Lahir Prematur, dan Bebayuhan sesuai Pelelintangan seperti Lintang Bade dsb. Segala Pengruatan penderitaan, penistaan kelahiran terdahulu yang belum pernah melakukan proses pengruatan harus dilaksanakan pada kehidupan sekarang ini. Dalam Bebayuhan Tampel Bolong dilaksanakan upacara Pamegat sorsor, serta  pengruatan terhadap Sembilan lubang dalam tubuh dengan aksara suci, imbuhnya. Upacara Bebayuhan massal di Pura Puncak Manik Ukir ini diawali dengan proses Mabiakala yang bertujuan melebur segala kesialan (mala/leteh). Dilanjutkan dengan upacara medusdus dan melukat dengan berbagai jenis air (tirta). Setelah itulah peserta yang mengikuti proses bebayuhan natab banten bebayuhan sesuai dengan hari kelahirannya masing-masing.

Dalam Upacara tersebut hadir pula Putu Supadma Rudana untuk memberikan dukungan, motivasi serta apresiasi atas diselenggarakannya upacara bebayuhan massal untung mengurangi beban umat dalam menyucikan diri. Pada upacara bebayuhan massal kali ini juga diadakan upacara pawintenan seperti pawintenan sari, pawintenan saraswati, pawintenan pemangku. Ida Pandita juga menambahkan “Setiap umat Hindu berhak menyucikan diri serta memohon dan mengaturkan Sradha Bakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa guna memohon keselamatan. (abg)