Banyak yang Gulung Tikar, Ketua BMPS Bali: Perlu Kebijakan Strategis Berdayakan Sekolah Swasta 

(Baliekbis.com), Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Bali Gede Ngurah Ambara Putra mendesak pemerintah provinsi dan kabupaten/kota segera membuat aturan atau kebijakan tentang pendidikan yang mampu menyelamatkan dan melindungi keberlangsungan sekolah swasta yang saat ini kondisinya makin memprihatinkan.

“Sudah puluhan sekolah yang gulung tikar alias tutup akibat tak mendapatkan siswa. Kondisi ini harus segera dicarikan solusinya agar sekolah swasta bisa tumbuh seperti halnya sekolah negeri,” ujar Ngurah Ambara, Rabu (1/6) terkait kondisi sekolah swasta saat ini.

Ngurah Ambara mengakui banyak faktor penyebab menurunnya minat siswa ke sekolah swasta di antaranya kesan sekolah swasta yang biayanya (SPP) relatif mahal, kualitas juga makin banyaknya sekolah negeri. “Harus diakui pendirian sekolah negeri (baru) berpengaruh terhadap minat siswa ke sekolah swasta,” jelasnya. Akibatnya banyak sekolah swasta tidak dapat siswa sehingga akhirnya tidak bisa beroperasi alias tutup.

Ditambahkan, tidak adanya kebijakan yang tegas tentang pembatasan siswa di sekolah-sekolah negeri, yang cenderung mencari siswa sebanyak-banyaknya. Bahkan, tak jarang membuka kelas baru atau jumlah siswa melebihi daya tampung (rombel). Padahal jumlah peserta didik setiap rombel (rombongan belajar) adalah 36 siswa.

Ia menegaskan bagaimanapun, keberadaan sekolah-sekolah swasta yang selama ini sudah menyelenggarakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) namun kemudian menemui kendala, terhambat karena tidak mendapatkan siswa saat tahun ajaran baru, juga menjadi tanggung jawab pemerintah.

“Pemerintah juga memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan swasta sesuai dengan ketentuan UU Sistem Pendidikan Nasional,” tandas Ngurah Ambara yang juga Ketua Umum Yayasan Taman Pendidikan 45 Denpasar ini.

Terkait sekolah-sekolah yang tidak bisa menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar karena tidak mendapat siswa saat ini dalam proses pendataan dan inventarisasi. “Kita masih carikan solusi mau dikemanakan gedung dan fasilitas lainnya ini agar tidak terbengkalai,” ujar Ngurah Ambara.

Kondisi yang memprihatinkan ini tak dapat dipungkiri juga tidak terlepas dari adanya persepsi masyarakat tentang biaya pendidikan di sekolah swasta yang relatif mahal dan anggapan kualitas pendidikan dan output SDM yang dihasilkan rendah, walau tak sepenuhnya benar.

“Masih ada beberapa sekolah swasta hingga kini eksis dan menjadi pilihan favorit calon peserta didik karena kualitas dan fasilitas di lembaga pendidikan tersebut termasuk baik,” ujarnya. Pihaknya masih mengkaji apa sekolah yang kesulitan mendapatkan siswa, bisa dilakukan regrouping atau penggabungan untuk efisiensi,” pungkas Ngurah Ambara. (bas)