Bank Mesti Akhiri Rezim Suku Bunga Tinggi dan Lebih Berpihak Pada Golongan UMKM

(Baliekbis.com), Bank sebagai sistem keuangan terdepan merupakan mesin mesin ekonomi yang sangat diandalkan dan berperan sangat penting agar perekonomian terus berjalan menggeliat menggerakkan sektor sektor ekonomi. Sejalan dengan tujuan bank untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi guna menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya demi terciptanya kesejahteraan rakyat yang adil, terjaganya stabilitas, ketahanan dan terwujudnya Indonesia maju sebagai bangsa yang berdaulat penuh.

Fungsi utama perbankan melaksanakan fungsi intermediasi dengan fungsi khususnya sebagai agent of trust, agent of development dan agent of serve. Ketiga fungsi khusus merupakan kunci yang sangat berperan penting dan strategis. Agar supaya fungsi intermediasi sebagai roh atau nafasnya perbankan bisa jalan bergerak maju produktif positif dan kondusif.

Sejak awal kampanye pilpres Presiden Jokowi menjanjikan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Dengan demikian Presiden Jokowidodo sudah sangat paham betul bahwa bank akan mampu menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dalam fungsinya bank sebagai lembaga mediasi keuangan.

Namun dalam kenyataannya tidak terkorelasi dengan harapan Presiden Jokowi, kinerja perbankan tidak dapat diandalkan. Fungsi intermediasi bank tidak bergerak kearah positif dan kondusif sebagaimana yang diharapkan oleh para pihak yang berkepentingan (stakeholders). Mengingat para bankir sudah terlalu asik dan nyaman bermain di rezim suku bunga tinggi.

Kemungkinan pola pikirnya masih cenderung feodalistik bagaikan tukang mindring pedagang uang dengan pola pikir rentenir. Sehingga para bankir sepertinya sudah seolah olah telah melepaskan fungsinya sebagai agent of development. Sudah demikian lama panen raya berpesta pora dengan menikmati rezim suku bunga tinggi yang mungkin sudah menjadi budaya hidupnya. Sedikit kerja dengan fulus yang telah membuatnya nyaman dominan membeayai korporasi milik para konglomerat.

Namun lupa sama risiko pengalaman krisis keuangan tahun 1998/1999. Banyak bank yang bertumbangan akibat keberpihakan perbankan yang dominan kala itu terhadap bisnis konglomerasi. Ketimbang menyalurkan kredit kecil kepada UMKM yang dipandang kurang efisien kerjanya banyak hasilnya sedikit mungkin demikian pandangannya.

Namun lupa bila risikonya rendah dan manfaatnya juga tidak kalah dalam upaya memberdayakan golongan ekonomi lemah.

Sudah demikian yang diraih dunia perbankan di zaman situasi normal. Sekarang dalam situasi extraordinary suatu kondisi yang tidak biasa perekonomian lesu terjun ke jurang resesi.

Para pengusaha dalam kesulitan besar terutama UMKM yang paling dulu terkapar sangat perlu dan mutlak diberdayakan kembali. Berharap keberpihakan perbankan semakin dominan pada golongan ekonomi lemah (UMKM). Dengan mengakhiri rezim suku bunga tinggi dengan menerapkan rezim suku bunga rendah.

Sesuai dengan kehendak dan harapan dunia usaha dan para stakeholders lainnya. Utamanya BI yang telah berusaha menurunkan suku bunga acuan menjadi 3,75% dengan inflasi yang terkendali sangat rendah. Didukung dengan kebijakan moneter yang lunak/longgar (easing macro policy). Demikian juga giro wajib minimum (GWM) yang sudah diturunkan menjadi rendah sehingga secara total BI telah menggelontorkan likuiditas ke perbankan mencapai Rp 700 triliun dalam situasi extraordinary untuk meningkatkan dan memudahkan perbankan melaksanakan fungsi intermediasinya yang merupakan fungsi utamanya dan roh dari dunia perbankan.

Sekaranglah saatnya dalam situasi yang sulit ekonomi lesu darah terjun ke jurang resesi. Dalam upaya melakukan pemulihan agar perekonomian segera bangkit menjadi normal. Para bankir dengan banknya bisa segera berlomba lomba apalagi sekarang musim hujan. Saat tepat untuk menanam dan menaburkan benih kebajikan dalam situasi yang tidak normal ini. Dengan mengucurkan kredit dengan bunga yang rendah dan murah dengan prosedur yang cepat dan tepat guna tepat sasaran.

Dengan meningkatkan keberpihakannya agar lebih dominan perhatiannya kepada golongan ekonomi lemah (UMKM). Sehingga fungsi intermediasi meningkat dominan dengan mengedepankan kearifan lokal prinsip pang pade payu (saling menguntungkan dan saling memberdayakan). Dengan pola pelayanan ikan sepat ikan gabus ikan lele, makin cepat makin bagus dan tidak bertele tele. Tanpa mengabaikan prinsip kehati hatian, azas selektivitas, ketentuan bank teknis dan good corporate governance (GCG). Bravo Para Bankir dan Perbankan Nasional. *KP