Bali Mandara Nawanatya III: Hidupkan yang Mati, Bangkitkan yang Diam

(Baliekbis.com), “Selain angklung bambu, ada geguntangan juga yang diam, jadi sekarang dengan adanya undangan ini itu semua hidup kembali,” tutur Dewa Putu Adnyana selaku Kepala SDN 1 Gianyar dengan gurat wajah sumringah, saat ditemui di Taman Budaya, Denpasar, Jumat (23/11) malam. Kalangan Ayodya, Taman Budaya Denpasar menjadi saksi kebangkitan angklung bambu dan geguntangan yang ada di SDN 1 Gianyar. Menjadi penampil dalam Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya III adalah sebuah kesempatan emas untuk membangkitkan apa yang selama ini telah lama diam dan mati.

“Kami baru sadar bahwa kami punya alat musik angklung bambu yang satu set itu. Tapi telah lama tidak dipakai karena tidak ada ruang untuk pentas jadi dari hal ini kami gunakan instrumen bambu ini dan membuat anak-anak berbaur,” ujar Adnyana. Kepiawaian anak didiknya dalam memainkan alat musik angklung pun terlihat dalam sebuah garapan janger yang memadukan gerak khas tradisi dengan geguntangan. Sebuah ruang layaknya Nawanatya, bagi Adnyana adalah langkah tepat untuk mengenalkan budaya pada generasi muda. Berdasarkan penuturannya, SDN 1 Gianyar yang merupakan pertemuan antara anak-anak dari kota dan desa di Gianyar kini bisa menjadi satu kesatuan dalam garapan ini.

Hadir sebagai penampil kedua, SD Saraswati 3 Denpasar pun mempersembahkan sebuah garapan janger bertajuk Sadu Dharma Pancasila. “Lebih menghayati makna Pancasila, perkembangan anak-anak sudah tidak memahami bagaimana Pancasila jadi lewat janger ini kami ingin menguatkan pemahaman anak-anak akan Pancasila,” jelas I Made Sukarda selaku koordinator garapan sekaligus Wakil Kepala SD Saraswati 3 Denpasar bidang kesiswaan dan kepegawaian. Persiapan yang berlangsung selama 2 (dua) bulan dengan mengambil hari latihan Senin dan Selasa sore menghasilkan sebuah garapan janger klasik yang penuh akan totalitas. “Disiplin ilmu anak-anak yang berbeda jadi mengkondisikan anak-anak dengan lingkungan yang berbeda cukup sulit, sehingga yang tak mengenal tari janger maupun tabuh harus kita ajari terlebih dahulu secara berkala,” ujar Sukarda menambahkan.

Beginilah yang diharapkan dari Nawanatya, membangkitkan kesenian yang diam dan menghidupkan budaya yang mati. Apa yang telah dimiliki senantiasa dipertahankan, melalui Nawanatya baik SDN 1 Gianyar maupun sekolah dasar lainnya memiliki ruang untuk menghidupkan apa yang selama ini telah mati, baik itu budaya maupun fasilitas dalam sekolah itu sendiri.
SMAN 2 Kuta dan SMAN 1 Tabanan, Sajikan Garapan Sarat Makna. Malam harinya, Kalangan Ayodya, Taman Budaya Denpasar kembali disemarakkan dengan garapan dari SMAN 2 Kuta dan SMAN 1 Tabanan. Tepat pukul 19.30 wita SMAN 2 Kuta pun memulai garapannya yang bertajuk Baktining Aji Saraswati yang merupakan sebuah teater rakyat guna mengingatkan generasi muda yang tengah dimabuk gadget.

“Jadi dalam kisah ini nanti ada beberapa yang fokus dengan gadget jadi lupa harus belajar, remaja itu menganggap belajar sama buku itu ribet dan akhirnya mereka sadar penggunaan gadget tidak terlalu baik misalnya mata sakit,” ujar Ni Ketut Meriana selaku pembina garapan tari. Dalam menggarap Meriana pun tak sendirian, Ni Luh Putu Mahamita sebagai pembina teater dan I Putu Ika Dharma sebagai pembina tabuh.

Penampil selanjutnya pun datang dari SMAN 1 Tabanan dengan garapan Bali Mula, Mula Bali. “Garapan ini menggambarkan bagaimana Bali dan kini telah berubah oleh banyak hal semisal politik dan masih banyak aspek lainnya,” ujar I Gede Arum Gunawan sebagai pembimbing garapan. Perpaduan teater dengan seni budaya pun terasa sangat kental. Totalitas anak-anak SMASTA (SMAN 1 Tabanan) terlihat sangat jelas. Sudah sering kali tampil dalam Bali Mandara Nawanatya, membuat SMAN 1 Tabanan terbiasa dan memiliki semangat untuk terus berkarya. “Bangga sekali bisa terus dipercaya tampil di Nawanatya, harapan saya sederhana semoga akan tetap ada ajang-ajang seperti ini untuk merangsang daya kreativitas seniman muda,” ujar Arum menebar harapan. (gfb)