“Asihin Gumi” IKIP PGRI Bali, Tri Hita Karana Sumber Penciptaan Garapan Seni

(Baliekbis.com), Tri Hita Karana adalah sebuah kearifan lokal yang dimiliki Bali. “Karena itulah erat kaitannya dalam aktivitas di Bali khususnya proses penciptaan seni budaya,” ungkap I Ketut Yarsama sebagai pengawas garapan IKIP PGRI Bali dalam Bali Mandara Nawanatya. Yarsama yang juga mengemban tanggung jawab sebagai Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP PGRI Bali ini pun menuturkan garapan anak didiknya yang dipersembahkan oleh Mahasiswa UKM Seni ini pun memberi banyak makna akan kehidupan di masa kini.

“Perbedaan itu bukan hal yang asing lagi di negeri kita, ajaran Tri Hita Karana itulah yang dijadikan benang merah guna menyatukan segala perbedaan yang ada,” terang Yarsama saat ditemui di Taman Budaya, Denpasar, Minggu (7/10) malam di sela-sela pementasan.

Pada akhirnya, garapan yang tercipta dari ajaran Tri Hita Karana ini pun diberi judul “Asihin Gumi”. Asihin gumi sendiri diibaratkan sebagai penggambaran ajaran Tri Hita Karana yang menyatukan hubungan manusia dengan manusia (Pawongan), manusia dengan alam (Palemahan), dan manusia dengan Tuhan (Parahyangan).

Tak hanya itu, Asihin Gumi juga mewujudkan sebuah seni yang disadari sebagai daya cipta karsa manusia yang diciptakan guna menumbuhkan rasa suka cita dalam diri agar manusia bisa saling menghargai dan dihargai. Tri Hita Karana mengajarkan agar manusia bisa saling menghormati dengan segala yang ada. Air merupakan sumber kehidupan, seni merupkan ekspresi jiwa manusia. Kolaborasi seni karya IKIP PGRI Bali yang ditampilkan merupakan sebuah gambaran agar sebagai manusia bisa saling mengasihi. Dharma dan kasih agar selalu bisa ditanamkan sejak dini.

Garapan yang menggabungkan unsur drama, tari, musik, dan akrobat ini pun terlihat sangat atraktif. Seni akrobatis yang dinamis dilakukan oleh para mahasiswa dengan piawai. Mereka tampak seperti orang-orang yang sudah profesional di bidangnya. Hap…hap…para gadis tampak melompat dan ditangkap oleh para penari pria. Tak mau kalah penari pria pun meloncat dengan sangat tinggi dan berdiri dipundak temannya. Sontak para penonton yang menghadiri Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya III yang berlangsung di Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar menjadi berteriak tegang seraya tersenyum lega manakala para penari berhasil menyelesaikan gerakan ekstremnya itu.

Pementasan yang dimulai sejak pukul 19.30 Wita ini pun turut dihadiri Rektor IKIP PGRI Bali yakni I Made Suarta. Suarta sangat mengapresiasi adanya gelar seni layaknya Bali Mandara Nawanatya. “Mahasiswa bisa mendapatkan sarana untuk berkreasi dan menunjukkan kebolehan mereka, tidak hanya saat ulang tahun kampu saja. Pada kesempatan ini pun mereka menunjukkan bahwa IKIP juga bisa dan memiliki garapan seni,” terang Suarta seraya tersenyum. Harapan Suarta pun sederhana agar garapan dari anak didiknya ini dapat berguna baik sebagai sarana hiburan maupun pelajaran yang memberi pesan membekas dibenak masyarakat yang menonton (gfb)