Antisipasi Penyimpangan, Gianyar Adakan Sosialisasi Legalitas Pungutan

(Baliekbis.com), Untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan di desa, Pemkab. Gianyar melalui Bagian Hukum Setda Kab. Gianyar bekerjasama dengan kejaksaan Negeri Gianyar mengadakan sosialisasi tentang legalitas pungutan desa pakraman ditinjau dari aspek hukum pidana, di Balai Budaya Gianyar, Rabu (29/11). Sosialisasi yang diikuti sekitar 155 orang bendesa se-Kabupaten Gianyar, menghadirkan narasumber narasumber Kepala Kejaksaan Negeri Gianyar Bayu Adhinugroho Arianto,SH dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara pada Kejaksaan Negeri Gianyar, I Nengah Astawa, SH. Bupati Gianyar A.A Gde Agung Bharata saat membuka sosialisasi tersebut mengucapkan terima kasih pada pihak Kejaksaan Negeri Gianyar karena telah membantu memberikan pemahaman pada para bendesa, sehingga mereka tenang dalam menjalankan tugasnya. Untuk para bendesa, Bupati Agung Bharata berpesan agar benar-benar memanfatkan kesempatan ini untuk bertanya seluas-luasnya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan tindak pidana. Sementara itu Kepala Kejaksaan negeri Gianyar sebagai pembicara pertama memaparkan, saat ini pihak kejaksaan memang tengah gencar-gencarnya mengadakan sosialisasi ke masyarakat sebagai suatu upaya pencegahan sebelum terkena kasus pidana.

“Dalam sosialisasi ini kami harap para bendesa memahami tugasnya, apa yang yang didapat selama sosialisasi dapat dijadikan tuntunan sehingga nyaman dalam melaksanakan tugas pelayanan di masyarakat,” tegas Bayu Adhinugroho. Desa pakraman menurut Bayu Adhinugroho merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan serta berhak mengurus rumah tangga sendiri. Terkait mengurus rumah tangga sendiri inilah yang paling sering terjadi kesalahpahaman yang berujung pidana. Dijelaskan, berdasarkan pasal 10 (1) Perda No.3 tahun 2001 desa pakraman mempunyai sumber pendapatan sendiri yang bersumber dari urunan krama desa pakraman, hasil pengelolaan kekayaan, hasil usaha LPD, bantuan pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lainnya yang sah dan sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat pengelolaan pendapatan desa pakraman sendiri juga sudah diatur dalam Perda No.3/2001 jo pasal 3 tahun 2003 tentang Desa Pakraman. Dimana dalam pasal 9 ayat (2) dikatakan, pengelolaan harta kekayaan desa pakraman dilakukan oleh prajuru desa sesuai dengan awig – awig desa pakraman masing-masing. Yang ditekankan oleh Bayu Adhinugroho dan patut dipahami oleh para bendesa adalah apakah pungutan desa termasuk pungli, dan parameter yang bisa digunakan untuk menilai apakan pungutan itu termasuk pungli atau tidak. Menurutnya parameter yang bisa digunakan adalah kewenangan, apa dasar hukum yang memberikan kewenangan bagi desa pakraman untuk melakukan pungutan. Kedua adalah ruang lingkup wilayah yang menjadi kewenangan desa pakraman untuk melakukan pungutan dan mengenai waktu dimana batasan waktu yang diberikan oleh awig-awig atau pararem untuk melakukan pungutan. Jika semua itu dijadikan patokan bagi para bendesa dalam melakukan pungutan di desa, niscaya masalah tidak akan terkena masalah pidana. (eni)