Angkat Masalah Kota Denpasar, Agni Hitam Gelar Screening Flm

(Baliekbis.com), BEM Fakultas Teknik Universitas Hindu Indonesia menggelar Screening Film “Derita Sudah Naik Seleher” karya Erick EST pada Sabtu, (18/1) di lapangan tenis UNHI sebagai ruang diskusi kepada para mahasiswa yang tinggal pada kawasan Bali Selatan. Acara tersebut mengundang Erick EST selaku sutradara dan menjadi pemantik saat diskusi bersama I Gusti Putu Anindya Putra Selaku Kepala Pusat Studi (PWK) Perencanaan Wilayah Kota.

Menanggapi peliknya perencanaan pembangunan Kota Denpasar, pemutaran film tersebut memberikan edukasi audio visual terhadap mahasiswa tentang pengaruh pembangunan yang berdampak pada budaya dan perilaku masyarakat.

Adi Setyawan selaku Ketua BEM FT UNHI bertujuan untuk mengajak mahasiswa lainnya agar berpikir out of the box dengan tema “Denpasar Sedang Tidak Baik Baik Saja”. Pembangunan yang tidak sesuai dengan kapasitas ruang terbuka hijau dan melebihi dari kapasitas aturan tentang tinggi bangunan mempengaruhi jumlah demografi, transportasi bahkan limbah yang terus meningkat setiap tahunnya sehingga berdampak luas terhadap lingkungan.

Menurut Erick EST, kapasitas pembangunan yang membludak pada daerah Bali Selatan menjadi penyebab kemacetan dan pertumbuhan demografi yang meningkat. “Bayangkan, untuk menuju Canggu dari Kota Denpasar membutuhkan waktu sampai sejam. Kalau pembangunan yang di tambah lagi kedepannya maka berapa jam di butuhkan untuk menuju Canggu? Padahal jarak tempuh menuju Canggu tidak jauh,” tuturnya.

Ia menambahkan, Bali merupakan wilayah Indonesia yang di kelilingi oleh pacific ring of fire sehingga rawan terhadap bencana alam. Pembangunan yang memanfaatkan wilayah pesisir rawan terhadap tsunami dan bangunan yang terdiri dari beton mudah retak bahkan roboh. “Rumah beton model minimalis merupakan peninggalan dari Hindia-Belanda yang dulunya menjajah Bangsa Indonesia.

Sebelum pengaruh modernitas tersebut budaya lokal Indonesia memiliki konsep rumah dari kayu yang tahan dan fleksibel apabila terjadi gempa, hal tersebut sudah dipikirkan dengan matang oleh leluhur nusantara pada jaman itu. Lantas mengapa saat ini kaidah budaya banyak dikesampingkan padahal budaya merupakan identitas yang kuat bagi sebuah bangsa.

Anindya mengungkapkan bahwa model arsitektur asta kosala kosali asta bumi menjadi solusi atas kelestarian budaya dengan memaksimalkan mahasiswa Civil Engineer dan Urban Planning dalam melestarikan konsep ruang kebudayaan. “Seluruh mahasiswa wajib terlibat aktif dalam hal pengkajian lingkungan. Sehingga perilaku melek terhadap masalah lingkungan mewujudkan harmonisasi Tri Hita Karana,” tutupnya. (ist)