Aktivis Antikorupsi Soroti Kejari Badung Soal Penghentian Kasus Pengadaan Seragam Sekolah

(Baliekbis.com), Aktivis Antikorupsi I Nyoman Mardika sangat menyayangkan keputusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung yang menghentikan pengusutan kasus dugaan penyelewengan anggaran  pengadaan seragam sekolah di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Badung.

Ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (7/10), Mardika mengaku heran atas penghentian pengusutan kasus itu hanya karena kesulitan menghitung kerugian negara, baik yang dilakukan oleh Kejari Badung maupun pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Bali.

Menurutnya sangat tidak masuk akal bila BPKP selaku pihak yang memiliki kemampuan dan tugas dalam menghitung kerugian negara tidak mampu melaksanakan tugasnya. “Aneh saja, masak BPKP kesulitan dalam menghitung kerugian negara, kan kita tahu orang-orang yang bekerja di BPKP memiliki kemampuan dan ahli di bidang penghitungan kerugian negara,” jelasnya.

Selain itu, Mardika juga sedikit bingung dengan alasan lain penghentian pengusutan karena seragam sudah dibagikan dan sudah ada asas pemanfaatannya. “Asas pemanfaatan ini juga tidak bisa dijadikan alasan, berarti sama saja dengan ada korupsi, dikembalikan kerugian terus kasus ditutup, kan tidak bisa seperti itu,” ungkapnya.

Meski demikian, Mardika tidak mau memaksakan agar kasus ini kembali dibuka. “Saya tidak memaksakan kasusnya harus lanjut, kalau memang tidak cukup bukti, ya memang harus dihentikan. Saya cuma merasa aneh, kasus dihentikan karena hanya sulit menghitung kerugian negara ini,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Badung secara resmi menghentikan kasus dugaan penyelewengan pengadaan seragam sekolah di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Badung dengan alasan kekurangan bukti dan alat bukti.

Seperti dikatakan Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Dewa Lanang Raharja belum lama ini. “Kasusnya sudah dihentikan sejak bulan Maret 2021 lalu,” kata pejabat yang akrab dipanggil Dewa Lanang beberapa waktu lalu.

Dikatakannya, kasus ini dihentikan karena tim yang menangani kesulitan dalam mencari bukti dan alat bukti. “Salah satu alasan penghentian kasus ini karena tim sulit menemukan bukti maupun alat bukti untuk membawa kasus ini sampai ke Pengadilan,’ imbuh Dewa Lanang.

Selain itu, kata Dewa Lanang, pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Bali yang diberi kepercayaan untuk menghitung nilai kerugian negara juga sulit dalam melakukan penghitungan.

“Kita ini bicara soal harga kain, kain itu kan belum tentu yang lebih ringan harganya lebih murah dari yang lebih berat. Nah, dari sana BPKP juga kesulitan dalam menghitung nilai kerugian negara sehingga kasus ini tidak bisa maju ke tahap selanjutnya,” tegas Dewa Lanang.

Dijelaskan lagi, dalam perkara ini yang dicari adalah soal harga pakaian atau harga kain. Untuk mencari selisih harga kain tidak mudah.

“Kalau bicara bangunan itu mudah, ini kita kan bicara soal kain yang tentu banyak faktornya, sehingga berat ringannya timbangan sebuah kain tidak bisa dijadikan acuan soal harga,” jelasnya.

Yang terakhir, kata Dewa Lanang, pakaian seragam yang dipersoalkan ini juga sudah dibagikan dan sudah ada manfaatnya. (ist)