Ajik Long Tolak Tuduhan Sampradaya Bikin Polemik dan Hilangkan Budaya

(Baliekbis.com), Panglingsir International Society of Krishna Consciousness (ISKCON) di Indonesia IGA Jaya Rat, S.Sos. menegaskan kegiatan Sampradaya Gaudiya Vaisnava (Hare Krishna) tidak pernah membuat polemik. Bahkan tokoh yang akrab disapa Ajik Long ini menolak tuduhan kegiatan Hare Krishna mengancam tradisi dan kebudayaan, khususnya budaya Bali yang adi luhung.

Dijelaskan para penganut sampradaya tidak makan daging, makannya teratur dan sembahyang teratur. “Sampai hari ini saya tidak setuju terhadap tuduhan itu, kalau ada yang mengatakan polemik yang terjadi biang keroknya dari sampradaya maka orang itu perlu berpikir ulang,” tegas Ajik Long yang juga mantan Anggota DPRD Badung ini saat memberikan keterangan kepada awak media di Puri Kanginan Sading Badung, Senin (25/10).

Ajik Long bahkan mempersilakan kalau ada bukti dan siap akan bertanggung jawab. Ditegaskan ajaran sampradaya yang diterapkan di Bali berkaitan dengan tujuan hidup mencapai moksa. “Saya tertarik belajar sampradaya karena ingin mencapai moksa, tidak ada kepentingan lain,” jelas Ajik Long yang juga Ketua OKK GRIB-Bali (Herkules) 2019 serta kini sebagai Pengurus Gerindra Badung.

Ditegaskan penganut sampradaya itu 99,9 persen orang Bali dan menjalankan adat serta budaya Bali. “Lantas dresta apa yang dirusak dan hilang. Jadi tidak benar sampradaya itu menghilangkan dresta Bali. Sampradaya itu pengetahuan Veda khusus tentang moksa. Semua sampradaya itu beragama Hindu dan menjalankan dresta Bali,” ujar tokoh Puri Kanginan ini.

IGA Jaya Rat

Ia justru mempertanyakan dresta Bali mana yang dikatakan hilang. “Kami sampradaya akan ikut mencari dan menemukannya. Kalau dibilang hilang kan harus ada bukti yang hilang itu,” ujar salah satu Panglingsir PSNKK (Pesemotonan Srhi Nararya Kreshna Kepakisan) ini.

Di sisi lain, Ajik Long mengaku maklum terkait ada yang menyerang bahkan sampai menutup ashram. Hal itu dianggap karena mereka belum paham.
Sampradaya menurutnya sangat menghormati pengetahuan yang ada dalam Veda. Karena itu ia yakin kalau mereka paham pengetahuan sampradaya maka takkan sampai terjadi penutupan (ashram).

Sebab sampradaya ini dasar pengetahuan adalah Veda. Penganut Veda sendiri adalah Hindu. Orang Hindu pelajari Veda. Dan sampradaya ini juga pelajari Veda. “Jadi apanya yang diragukan,” ujarnya seraya menegaskan sampradaya ini cinta kasih kepada semua mahluk. Intinya memberi kedamaian.

Sementara itu, Ketua ISKCON Indonesia Wayan Sudiara menambahkan, perlu memberi penjelasan terkait peristiwa demo terhadap sampradaya.

Ia bahkan menyesalkan aksi yang dinilai kurang tepat di saat sedang Covid-19 ada bencana alam di Bali dan tengah persiapan Mahasaba PHDI.

Ia mempertanyakan adanya pendapat terkait kehadiran sampradaya dikatakan penyebab hilangnya dresta. “Kalau betul ada yang hilang silakan lapor dan kami siap bertanggung jawab,” ujarnya.

Dirinya merasa prihatin terhadap aksi demo dari Aliansi Hindu Nusantara yang menyampaikan aspirasi gerakan menolak Sampradaya Asing tersebut sebagai bagian Hindu Bali/Nusantara.

Mengingat, Bali sebagai daerah pariwisata memerlukan kedamaian sehingga wisatawan berkenan datang ke Bali.

Belum lagi Bali sedang berduka karena korban gempa bumi yang terjadi pada Hari Sabtu (16/10). Sebaiknya energi difokuskan untuk mendukung keluarga korban agar bisa bangkit kembali serta mendukung program pemulihan kesehatan dari pandemi Covid-19 dan membangkitkan ekonomi Bali.

Sedangkan tokoh lainnya yang juga anggota sampradaya Pendiri dan Pemilik Museum Ogoh Ogoh Mengwi “The Ogoh Ogoh Bali” mengatakan dalam sampradaya ini adat dan budaya (dresta) tetap dijalankan.

Dicontohkan kalau sesajen harus memakai “caru” tetap dijalankan. “Yang tidak makan daging itu kami (orang), sedangkan tata upacara tetap mengikuti dresta,” ujarnya. (ist)