Agrowisata, Potensi, Tantangan dan Kontribusinya

(Baliekbis.com), Bali sebagai salah satu destinasi wisata yang sudah sangat terkenal di mancanegara, membuat jutaan wisatawan baik domestik maupun mancanegara datang setiap tahunnya ke bali. Hal ini juga menjadikan bandara Ngurah Rai sebagai salah satu bandara tersibuk di dunia. Bali sebagai daerah destinasi wisata terkenal akan potensi alam, tradisi dan budaya yang sangat melekat dengan Bali. Eksistensi Bali tak pernah lekang oleh waktu, dimana baru–baru ini Travel + Leisure Magazine juga menobatkan bali sebagai salah satu destinasi wisata terbaik dunia, dimana Bali menduduki peringkat ke-2. Daya tarik akan pesona alam Bali, kekuatan magis akan tradisi dan kebudayaan bali, dan juga keramah-tamahan masyarakat bali menjadi faktor penarik tingginya minat wisatawan untuk menghabiskan waktu liburnya di pulau yang mendapat julukan “The island of Gods”. Hal ini juga yang menjadikan PDRB Bali bertumpu pada sektor pariwisata. Menurut data BPS, pertumbuhan perekonomian pada Triwulan 1 tahun 2017, sektor akomodasi yang sangat terkait dengan sektor pariwisata berkontribusi sebesar  1.54 % untuk pertumbuhan PDRB Bali pada Triwulan 1 2017 sebesar 5.75%.

Berdasarkan data yang dihimpun BPS Bali jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali pada Bulan April 2017 mencapai 477.464 kunjungan, dengan kedatangan melalui bandara sebanyak 474.338 kunjungan (99,35 %) dan melalui pelabuhan laut sebesar 3.126 kunjungan (0,65%). Jumlah kunjungan wisatawan macanegara ke Bali pada bulan April 2017 jumlah total kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke Bali baik melalui jalur bandara maupun pelabuhan mencapai 380.767 kunjungan, dimana jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 25,40%  jika dibandingkan dengan bulan April tahun 2016. Secara kumulatif pada periode Januari –April 2017 wisatawan yang datang ke Bali mecapai 1.817.772 orang, dan jumlah ini naik sebesar 23,56% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Wisatawan mancanegara yang datang ke Bali pada periode ini di dominasi oleh wisatwan dari Tiongkok dengan share mencapai 28,15%, selanjutnya Australia dengan share mencapai 19,46%, Jepang dengan share 4,09% dan India dengan share sebesar 3,91%. Tingkat kunjungan wisatawan yang datang ke Bali masih didominasi oleh wisatawan Asia.

Meningkatnya kunjungan wisatawan ke Bali membuat pembangunan tempat wisata di Bali semakin banyak setiap tahunnya. Pembangunan tempat wisata terus dilakukan dari ujung utara hingga ujung selatan pulau Bali. Tempat wisata dibuat dan didesain senatural mungkin dengan tetap berusaha mempertahankan identitas Bali yang kaya akan keindahan alamnya dan kekuatan akan tradisinya. Salah satu tempat wisata yang saat ini marak dikembangkan di Bali adalah tempat wisata berbasis alam atau yang lebih dikenal dengan sebutan ekowisata. Definisi WWF  istilah “ekowisata” dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, dimana pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam. Saat ini di Bali tempat wisata berbasis ekowisata sangat marak dikembangkan khususnya di daerah  Bali bagian utara hingga ke timur. Sebagian besar ekowisata ini masih menjadikan komoditas kopi sebagai komoditas unggulan untuk menarik wisatawan. Dimana ekowisata ini menyediakan tempat yang nyaman untuk melihat perkebunan kopi, proses pengolahan kopi, hingga wisatwan dapat bersantai dan langsung menikmati kopi dalam perkebunan kopi itu langsung. Dimana dengan adanya sinergisasi antara pariwisata dan alam dalam bentuk ekowisata, kunjungan wisatawan baik mancanegara maupun domestik meningkat ke Bali, dan peningkatan kunjungan wisatawan ke Bali ini dapat menjadi salah satu sektor penyumbang PDRB Bali. Beberapa kabupaten di Bali yang memiliki potensi besar untuk dijadikan ekowisata selain di daerah Gianyar, ada beberapa daerah yang masih berpotensi diantaranya Desa Pelaga (Badung), Desa Sibetan (Karangasem), Desa Adat Tenganan (Karangasem), dan Desa Nusa Ceningan (Klungkung).

Dengan adanya peningkatan jumlah ekowisata di Bali, diharapkan memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan daerah Bali, mengingat sebagian besar masyarakat di Bali yang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata. Dalam hal ini pariwisata sendiri dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian. Di antaranya foreign exchange earning, dimana pariwisata salah satunya di Bali dapat meningkatkan perekonomian lokal dan menjadi stimulus dalam berinvestasi, serta menyebabkan sektor keuangan bertumbuh seiring tumbuhnya sektor ekonomi lainnya, hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makanan minuman menempati peringkat pertama dengan sumber pertumbuhan sebesar 0,55%. Selanjutnya contributions to government revenues dimana dalam hal ini pariwisata dapat berkontribusi langsung maupun tidak langsung. Kontribusi langsung dapat berasal dari pajak pendapatan yang dipungut dari para pekerja pariwisata dan pelaku bisnis pariwisata. Dan development of local economics dimana dalam hal ini pendapatan sektor pariwisata dapat digunakan untuk mengukur nilai ekonomi pada suatu kawasan wisata. Peran pariwisata bagi provinsi Bali dalam pembangunan menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jika dilihat peranan pariwisata dalam kontribusinya terhadap PDRB Bali, maka terlihat adanya peningkatan yang nyata. Pada tahun 2016, PDRB dari pariwisata sebesar 22,99 %,  kemudian meningkat menjadi 23,46% pada tahun 2017. Namun di sisi lain pariwisata dapat memberikan dampak negatif, dimana, “Tourism is like fire, you can cook with it, but it can also burn your house down” Asian Proverb. Peningkatan jumlah ekowisata di Bali selain berdampak positif, juga dapat memberikan dampak negatif, dimana walaupun berlabel “ekowisata”, pariwisata yang berwawasan alam, namun pembangunan yang tidak terkontrol juga akan berdampak negatif seperti eksploitasi alam yang berlebihan, dimana daerah-daerah hijau yang banyak ditransformasikan menjadi tempat wisata, dan memicu terjadinya inflasi (increasing in price), dimana dengan dijadikannya Bali debagai destinasi wisata dunia, wisatawan akan banyak berkunjung ke Bali, dan tingginya permintaan akan barang dan jasa dari wisatawan akan meningkatkan harga secara beruntun. Peningkatan harga tidak hanya akan terjadi pada barang-barang tetapi pada penyedia jasa layanan pariwisata yang tentunya juga akan meningkat, dan hal ini tentunya dapat merugikan.

Oleh karena itu sektor pariwisata dan makin maraknya pengembangan ekowisata di Bali juga memberikan dampak dua arah yaitu postif dan negatif. Dan tantangannya saat ini adalah bagaimana pemerintah Daerah Bali dalam setiap perencanaan pembangunan pariwisata harusnya menyertakan variable-variabel non ekonomi, baik yang tangible maupun intangible, jadi tidak hanya sekedar memberikan label “ekowisata” pada setiap tempat wisata alam di bali, tetapi perlu adanya penerapan konsep“Managing Service Quality” one island in one management destination, hal tersebut dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari pariwisata itu sendiri. (NW Surya Darmayanti)