Adi Susanto: Anggota Legislatif “Seumur Hidup” Bisa Matikan Demokrasi

(Baliekbis.com),”Kalau saya duduk di DPR RI nanti, saya usulkan UU Pemilu agar direvisi khususnya terkait masa jabatan anggota legislatif. Harus ditambahkan pengaturan anggota legislatif tidak boleh lebih dari dua periode di tingkatan yang sama. Kalau berlama-lama di sana bisa mematikan demokrasi,” ujar Ketua DPW (Partai Solidaritas Indonesia) PSI Bali, I Nengah Yasa Adi Susanto S.H.,M.H.,CHT., Senin (11/2) di Denpasar.

Adi Susanto yang juga caleg DPR RI nomor urut 1 dapil Bali mengusulkan agar ke depan ada pembatasan bagi jabatan seorang anggota legislatif maksimal dua periode. Tidak seperti sekarang dengan masa jabatan yang tidak terbatas bahkan bisa “seumur hidup” menjadi anggota legislatif.

Menurut Adi Susanto, jika dulu di era Orde Baru ada istilah presiden “seumur hidup” untuk menunjukkan betapa tampak “abadinya” kekuasaan Presiden Soeharto yang selama 32 tahun memimpin Indonesia, kini hal yang sama dianggap bisa terjadi pada anggota legislatif.

Padahal jabatan kepala daerah hingga presiden kini dibatasi maksimal dua periode. Namun tidak ada pembatasan untuk seseorang menjabat sebagai anggota legislatif sepanjang ia kembali mencalonkan diri dan dipilih rakyat di Pemilu Legislatif (Pileg).

Jadinya ada anggapan anggota legislatif bisa saja menjabat seumur hidup, hingga “tua bangka” sekalipun. Tidak peduli ia berkinerja bagus atau tidak di lembaga legislatif, sepanjang rakyat memilihnya, entah karena uang atau juga karena “hutang budi” dan “terjerat” dana bansos yang difasilitasi sang caleg petahana.

“Banyak juga anggota legislatif dijadikan profesi untuk mencari pendapatan. Mereka sangat nyaman duduk sebagai wakil rakyat. Walau tidak ada kinerjanya, yang penting bisa bagi-bagi bansos ke masyarakat yang sebenarnya itu adalah hak dan uang rakyat yang kita bayarkan dari pajak,” tegas Adi Susanto.

Untuk itu Adi Susanto yang juga advokat di Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners ini sangat mendorong agar ada pembatasan jabatan di legislatif sama seperti di eksekutif yang maksimal dua periode bagi kepala daerah hingga presiden dan wakil presiden.

“Apa bedanya di eksekutif dan legislatif. Jadinya harus sama ada pembatasan masa jabatan maksimal dua periode untuk anggota legislatif di tingkatan yang sama. Kalau tidak ada pembatasan  seperti sekarang, akan tidak bagus dan tidak sehat bagi demokrasi bahkan bisa membunuh demokrasi,” ujarnya politisi asal Desa Bugbug, Karangasem itu.

Ia mencontohkan jika seorang anggota DPRD kabupaten/kota sudah menjabat dua periode maka ia semestinya tidak bisa lagi maju nyaleg ke tingkatan yang sama. Jika ingin tetap sebagai anggota legislatif, ia harus maju ke DPRD provinsi atau langsung ke DPR RI.

Begitu juga seorang anggota DPRD provinsi, jika sudah dua periode harus berani maju ke tingkat DPR RI. Sementara untuk anggota DPR RI yang sudah menjabat dua periode ia harus rela untuk memberikan kesempatan bagi kader-kader yang lebih muda dan potensial.

“Pembatasan masa jabatan anggota legislatif ini penting untuk regenerasi. Agar tidak ada kesan yang jadi anggota Dewan hanya itu-itu saja. Sudah tidak ada kinerja tapi malah terpilih lagi berkali-kali,” tegas Adi Susanto.

Dengan adanya pembatasan di tiap tingkatan, tidak ada juga istilah “zona nyaman” bagi anggota legislatif. Jika benar ia berjuang untuk kepentingan rakyat, ia harus berani “naik kelas dan naik level” lebih tinggi.

Misalnya tidak hanya nyaman empat hingga lima periode di DPRD kabupaten/kota atau DPRD provinsi. Namun berani berjuang hingga ke tingkat DPR RI sehingga semakin luas cakupan masyarakat dan wilayah yang bisa dilayani dengan perjuangan sebagai wakil rakyat.

Pembatasan masa jabatan ini juga bisa jadi pembelajaran penting bagi parpol agar ada regenerasi dan kaderisasi. Parpol harus berani memasang caleg new comers atau pendatang baru. Tidak melulu memasang wajah-wajah lama dan caleg petahana “karatan” yang sudah berkali-kali menduduki kursi legislatif di tingkatan yang sama.

“Selama ini terkesan tidak ada kaderisasi dan regenerasi. Misalnya sudah tiga empat kali duduk sebagai anggota legislatif di DPRD kabupaten/kota atau DPRD provinsi tapi kembali dicalonkan di tingkatan yang sama. Itu tidak bagus dan tidak sehat bagi demokrasi dan regenerasi kader parpol,” ujar Direktur PT Ratu Oceania Raya Bali dan pendiri LPK Monarch Bali itu.

Di sisi lain parpol juga terkesan takut mengambil risiko untuk mencalonkan wajah baru sebab takut elektabilitasnya turun dengan tetap memilih wajah lama untuk maju nyaleg di tingkatan yang sama dengan jaminan sudah punya elektabilitas tinggi dan basis massa yang kuat.

“Kondisi ini tidak bagus untuk regenerasi kader parpol terutama yang punya potensial maju dan terpilih. Sebab saat ini caleg incumbent yang maju kebanyakan sudah duduk di tingkatan legislatif yang sama tiga hingga empat kali,” ungkap Adi Susanto.

Ditanya soal peluang dukungan untuk merealisasikan pembatasan jabatan anggota legislatif ini dan revisi UU Pemilu di DPR RI, Adi Susanto mengakui perjuangan ini akan berat. Apalagi tentunya akan ada resistensi atau penolakan dari anggota DPR RI yang merasa jabatannya akan hilang, tidak bisa menjabat berkali-kali jika ada pembatasan ini.

Namun Adi Susanto mengajak para wakil rakyat di pusat untuk melihat kepentingan  yang lebih  besar  bagi demokrasi dan bangsa Indonesia. Ketimbang hanya kepentingan pribadi untuk melanggengkan jabatan sebagai anggota legislatif. “Kita harus berani bersama ikut menyuarakan dan mendukung pembatasan masa jabatan anggota legislatif ini,” ajak Adi Susanto. (wbp)