21 Juni, Mengenang Wafatnya “Bapak Bangsa” Bung Karno

“Sebagai Bapak Bangsa, Bung Karno adalah cermin pemersatu bangsa. Baik yang suka maupun tidak suka dengan sosok Bung Karno, tetap saja mengidolakan dan mengagumi ajaran-ajaran dan pemikiran sang proklamator”.

(Baliekbis.com),Setiap tanggal 21 Juni diperingati sebagai hari wafatnya Bung Karno, Bapak Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dan presiden pertama RI. Dan di bulan Juni ini dirayakan sebagai Bulan Bung Karno.

“Peringatan hari wafatnya Bung Karno 21 Juni 2020 ini juga punya makna tersendiri di tengah keprihatinan bangsa Indonesia menghadapi pandemi virus Corona atau Covid-19,” ujar Ketua Yayasan Perpustakaan Bung Karno yang juga sebagai pendiri Museum Agung Bung Karno, Gus Marhaen, Minggu (21/6/2020).

Ditemui di areal Museum Agung Pancasila yang kini tengah dibangun di atas lahan 25 are di Gang Pancasila, Renon, Denpasar, Gus Marhaen dengan penuh semangat bercerita dokumen sejarah tentang Bung Karno dan juga Pancasila.

“Refleksi hari wafatnya Bung Karno, mari kita duduk-duduk sejenak merenung mengenang nilai-nilai perjuangan Bapak Proklamator Republik Indonesia,” kata Gus Marhaen.

Presiden Republik Indonesia pertama Ir. Soekarno atau Bung Karno lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901 dan wafat pada Minggu 21 Juni 1970 pada usia 69 tahun di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.

“Walaupun sudah wafat tapi spirit dan roh ajaran-ajaran serta perjuangan Bung Karno terus hidup di hati masyarakat Indonesia bahkan dunia. Kenangan dan fakta-fakta sejarah tentang Bung Karno akan terus hidup dan membumi,” kata Gus Marhaen yang juga merupakan pekerja sejarah dan penggemar sejati Bung Karno.

Gus Marhaen

Ia menyebutkan sebagai Bapak Bangsa, Bung Karno adalah cermin pemersatu bangsa. Baik yang suka maupun tidak suka dengan sosok Bung Karno, tetap saja mengidolakan dan mengagumi ajaran-ajaran dan pemikiran sang proklamator.

“Sebut saja Rocky Gerung dan Fadli Zon yang tidak bilang sangat kagum dengan Bung Karno sebagai panutan pemersatu bangsa,” ujar Gus Marhaen. Di mata Gus Marhaen, Bung Karno adalah sosok pemimpin dan presiden RI yang tidak ada duanya di dunia hingga saat ini. Bahkan secara gamblang dan lugas Gus Marhaen juga menyebutkan bahkan Presiden Jokowi sekalipun belum ada apa-apanya dibandingkan Presiden Soekarno.

“Belum ada model tokoh pemimpin sekaliber Bung Karno. Susah mencari figur seperti Bung Karno. Yang bisa pimpin bangsa ini dengan baik adalah sosok yang terlahir model Bung Karno,” tegas Gus Marhaen.

Secara lebih khusus lagi, Bali juga sangat bangga punya Presiden pertama RI Bung Karno yang bisa dibilang merupakan orang Bali juga. Sebab ibu Bung Karno berasal dari Bali yakni Ida Ayu Nyoman Rai Srimben.

Bahkan berdasarkan fakta sejarah, tutur Gus Marhaen, saat Bung Karno berpidato pada 22 September 1955 di Tanah Lapang Denpasar soal Pancasila, Bung Karno dengan tegas dan terang-terangan menyebutkan diri sebagai orang Bali dengan nama Ida Bagus Made Karna.

“Saya ini orang Bali, nama saya Ida Bagus Made Karna,” kata Bung Karno yang lantas disambut gemuruh dan tepuk tangan riuh masyarakat Bali yang hadir dalam pidato itu.

Menurut Gus Marhaen ucapan tersebut tidaklah main-main dan juga menunjukkan kecintaan Bung Karno pada Bali. “Jadi berbanggalah masyarakat Bali punya presiden pertama seperti Bung Karno,” imbuh Gus Marhaen.

Betapa berjiwa besar dan legowonya Bung Karno demi menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia juga patut dijadikan refleksi dan diteladani para tokoh dan pemimpin bangsa saat ini.

“Lebih baik saya tenggelam daripada bangsa ini terpecah belah,” begitu dengan tegas Bung Karno ingin menunjukkan komitmen mengutamakan kepentingan dan persatuan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

“Bagi politisi dan para tokoh serta pemimpin bangsa dan negara Indonesia, kalau merasa bangsa akan terpecah ya ‘mbok’ mari Soekarno dijadikan panutan. Jangan ego sendiri-sendiri dan mengorbankan kepentingan bangsa dan negara,” tegas Gus Marhaen.

Selama hidupnya Bung Karno tidak mengedepankan egoisme tetapi mengedepankan humanity-nya, kemanusiaannya, menjaga persatuan kesatuan bangsa. “Apa yang sudah Soekarno kerjakan, apa yang sudah dilakukan secara revolusioner itulah sesuluh kita ke depan di dalam kita menjalani hidup, berbangsa dan bernegara,” tandas Gus Marhaen. (ist)