20 Tahun Gusti Ketut Riksa Bersama Teknologi EM

(Baliekbis.com), Gusti Ketut Riksa adalah pensiunan pegawai Dinas Pertanian yang dipekerjakan oleh Pak Oles sebagai Staf Ahli Effective Microorganisme (EM) pada devisi EM, yang bernaung dibawah PT. Songgolangit Persada. Selain Staf Ahli juga ditugaskan sebagai instruktur EM pada Institut Pengembangan Sumberdaya Alam (IPSA) Bali di Desa Bengkel-Busungbiu-Buleleng.

Berbicara tentang kunang-kunang, anak-anak sekarang tidak lebih dari “ayam sambohin injin”. Demikian slogan orang Bali bila kita tidak mengerti tentang apa yang dibicarakan. Banyak flora dan fauna tidak tampak lagi, bahkan mengalami kepunahan karena bumi semakin rusak. Demikian pula kasus kunang-kunang  yang kita bicarakan sakarang, tinggal nama saja.

”Pada saat pabrik EM berada di bekas gedung film di Desa Tapean-Badung sekitar 15 tahun yang lalu menjelang pabrik EM dipindahkan ke Desa Bengkel, saya meminta sebanyak 17 buah drim bekas tempat molase, untuk digunakan memijahkan ikan hias. Setelah drim-drim itu saya buka, ternyata masih terdapat endapan molase yang sudah mengental. Endapan molase itu saya campur dengan EM selanjutnya saya isi dengan air seperti petunjuk untuk membuat EM aktif. Setelah seminggu EM aktifpun terbentuk dan selanjunya semua larutan itu saya siramkan di pekarangan rumah di jalan Muding Indah gang I Krobokan, Badung,” ujar Riksa.

Seminggu kemudian anak-anak Riksa terkejut, semuanya meneriakkan “Bapak ada api beterbangan”. Yang lain meneriakkan  “Bapak ada bintang di tanah” Rupa-rupanya mereka tidak tahu kunang-kunang. Bila hal ini berkelanjutan generasi mendatang akan tidak mengenal kunang-kunang.

Setelah kejadian itu segera Riksa mengambil beberapa buku best seller karangan Prof. DR. Teruo Higa serta majalah Eco Pure.  Indo Hiro seorang  wartawan lingkungan dunia yang mengabadikan jepretannya melalui majalah ini ternyata apa yang terjadi benar-benar telah terjadi pula di Yokohama-Jepang yang berfungsi sebagai obyek wisata kunang-kunang.

Setelah Ketut membaca cerita dibawahnya ternyata di Yokohama beberapa donatur menyumbangkan tower air, yang lain menyumbang EM dan yang lain lagi menyumbang molasis untuk membuat EM aktif. Sumbangan-sumbangan ini diteruskan kepada organisasi ibu-ibu rumah tangga untuk mengelolanya. Setelah EM aktif terbentuk lalu dikemas dengan botol-botol aqua bekas untuk dibagikan kepada rumahtangga sekitarnya guna dicampur dengan air tanah atau air cucian beras sebanyak 10 kali dari volume semula untuk disiramkan di sungai, rawa, tegalan dan pekarangan.

Ternyata setelah itu muncul kunang-kunang yang jumlahnya tidak terhitung. Kini desa tersebut menjadi obyek wisata kunang-kunang. Ketut teringat bahwa 10 hari yang lalu ia menyiramkan EM aktif yang lumayan banyak. Kejadian dulu terulang lagi dengan munculnya kunang-kunang. Sekarang si cucu mengumpulkan kunang kunang itu dalam gelas aqua yang transparan untuk dinikmati cucunya yang merasa aneh melihat binatang besinar.

“Bagi yang tertarik silahkan meniru hal ini demi kebaikan, setidak tidaknya mencari donatur untuk membeli sarana dan prasana seperti tendon air, EM, molase, demi regenerasi revitalisasi dan rejuvinasi planet bumi yang kita cintai,” tutupnya. (ist)