160 Anggota TP.PKK dan WHDI se- Kab. Gianyar Ikuti Sosialisasi dan Pelatihan Tari Rejang Renteng

(Baliekbis.com), Dua tahun belakangan ini terlihat fenomena baru dimana setiap ritual di pura atau di tempat suci, selalu diwarnai pementasan sekelompok ibu-ibu menarikan tarian rejang renteng. Tari yang dulu hampir punah, kini mampu membius masyarakat Hindu. Penari rejang renteng memang didominasi ibu-ibu yang tidak semuanya bisa menari, bahkan tidak sedikit yang baru belajar menari.

Bahkan tidak sedikit dari mereka yang tidak tahu sejarah dari tarian tersebut, bahkan ada yang mengira tarian rejang renteng adalah termasuk tari kreasi baru. Melihat fenomena ini Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar, bekerja sama dengan TP.PKK Kab. Gianyar mengadakan sosialisasi dan pelatihan tari rejang renteng di Ruang Sidang Utama Kantor Bupati Gianyar, Kamis (23/5).

Seperti dipaparkan oleh nara sumber Ida Ayu Made Diastini,SST.M.Si dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Cikal bakal tari Rejang Renteng terinspirasi dari Tari Renteng yang merupakan tari sakral yang sangat tua di Br. Adat Saren, Desa Pakraman Mujaning Tembeling, Desa Dinas Batumadeg,Dusun Saren Satu, Nusa Gede. Dimana pada tahun 1999 tarian ini berhasil dikembangkan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dalam upaya pemerintah melestarikan tarian langka.

I.A Made Diastini juga memaparkan, koreografi dari tari rejang renteng ini sudah merupakan pengembangan dari gerakan-gerakan asli tari renteng yang digabungkan dengan beberapa elemen gerakan yang ada pada tari mendet pada saat piodalan di pura-pura di Bali. Tari rejang renteng kini berfungsi sebagai tari wali saat piodalan di pura, baik piodalan alit, madya dan ageng.

“Kini tari rejang renteng berfungsi sebagai tari wali, artinya dapat ditarikan pada saat piodalan di pura. Namun tarian rejang renteng juga dapat dilombakan asal berkaitan dengan piodalan atau wali di pura,” jelas I.A Made Diastini.

Untuk busana para penari rejang renteng kata I.A Made Diastini, memang diharuskan memakai kebaya putih polos lengan panjang, selendang kuning, dan kain cepuk tenunan kuning. Warna putih pada kain kebaya sendiri mengandung filosofi bahwa badan manusia itu sakral perlu dijaga dari hal-hal yang tidak baik.

Sementara itu Ketua PKK Kabupaten Gianyar, Ny. Surya Adnyani Mahayastra mengatakan, tarian rejang renteng sudah mulai menggeliat di Kabupaten Gianyar dua tahun belakangan ini. Pihaknya sendiri sudah mulai mensosialisasikan tarian ini melalui PKK hingga ke banjar-banjar. Namun memang tidak dapat dipungkiri selama ini kita hanya bisa menarikan, namun tidak mengetahui sejarah dan makna dari tarian tersebut.

“Sekarang saatnya kita sama-sama belajar, bagaimana sejarah dan makna dari tarian rejang renteng. Apakah tarian ini harus ditarikan oleh ibu-ibu saja, dan busana apa saja yang boleh dikenakan dan sebagainya,” kata Ny. Adnyani Mahayastra.

Hal yang sama juga ditegaskan oleh Kepala Dinas kebudayaan Kab. Gianyar I Ketut Mudana saat membuka sosialisasi tarian rejang renteng. Sosialisasi ini merupakan kelanjutan dari workshop tari rejang renteng yang dilaksanakan oleh UPTD Taman Budaya Provinsi Bali beberapa waktu lalu. Dengan menghadirkan nara sumber I.A Made Diastini,SSt.M.Si dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dengan materi sejarah tari rejang renteng, makna, pakem, kostum, musik pengiring dan gambelan pengiringnya. Sosialisasi diikuti sekitar 160 orang yang merupakan ketua TP.PKK Kecamatan/Desa/ Kalurahan dan Ketua WHDI Kecamatan/Desa se-kabupaten Gianyar.

Turut hadir pada sosialisasi itu Ketua WHDI Kabupaten Gianyar Ny. I.A Diana Dewi Agung Mayun, Ketua DWP Kab. Gianyar Ny. Dwikorawati Wisnu Wijaya dan beberapa tokoh masyarakat. (eni)